Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angelina Sondakh, Media, dan Siaran Langsung

Kompas.com - 26/12/2012, 16:36 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tiba-tiba sejumlah wartawan berhambur. Kru kamera media hiburan sudah terlebih dahulu bergerombol. "Angie datang," teriak wartawan mengabarkan kedatangan terdakwa Angelina Sondakh yang dijadwalkan mendengarkan tuntutan jaksa, Kamis (20/12/2012).

Dalam sekejap, langkah Angie terblokade puluhan wartawan. Sambil menunggu lift, wartawan bertanya kesiapan Angie menghadapi tuntutan. Setiap Angie sidang, tidak ada langkahnya di Gedung Tipikor Jakarta bebas dari hambatan wartawan, terutama media hiburan elektronik.

Setiap media, terutama televisi, juga berlomba-lomba menyiarkan langsung persidangan Angie. Ketika kompetisi terjadi, terdakwa, penasihat hukum, dan hakim terganggu.

Ketua Majelis Hakim Sujatmiko pernah dua kali menegur kru televisi yang sedang siaran langsung sidang Angie. Pertama, karena suara berisik presenter. Kedua, karena membelakangi majelis hakim.

Nada bicara Sujatmiko pelan, tetapi menohok karena diikuti skors sidang menunggu kru televisi siaran langsung.

Setengah tahun terakhir, Angie adalah terdakwa terfavorit. Sejak datang hingga meninggalkan pengadilan, laporan melalui televisi atau situs berita tak henti disampaikan.

Tidak hanya hakim, terdakwa dan penasihat hukum terdakwa juga nggerundel tentang siaran langsung. Setelah Sujatmiko menskors sidang, penasihat hukum Angie, Tengku Nasrullah, menyampaikan protesnya.

Konsep jurnalisme live streaming membuat wartawan televisi dan online tak bisa menunggu mengirim berita setelah sidang. Informasi sepotong-potong mengusik perhatian penasihat hukum Angie.

"Saya tak minta majelis melarang (siaran langsung), tetapi saya minta pemberitaannya utuh dari awal sampai akhir. Kalau tidak, akan timbul persepsi publik yang berbeda-beda,” kata Nasrullah.

Sujatmiko mengerti keberatan ini. "Baru di Indonesia saja ada sidang siaran langsung. Kadang risih juga bagi majelis dan perlu kita kaji, tetapi saya tidak punya kewenangan," ujarnya.

Aturan tak tegak

Sujatmiko mengemukakan, secara aturan, antarsaksi tidak boleh berkomunikasi. Namun, di era teknologi informasi, aturan itu sulit ditegakkan. Dengan menyimak siaran langsung di televisi atau di berita online, sesama saksi bisa tahu keterangan masing-masing.

Dalam tata tertib sidang, anak-anak juga diminta tidak datang. "Tetapi, dengan siaran langsung, mereka bisa menonton," ujar Sujatmiko.

Sujatmiko memahami keberatan penasihat hukum. Namun, ia mengaku tak punya kewenangan mengatur media. Klausul yang dipegang adalah sidang dibuka untuk umum dan ia merasa tak berhak meminta media tidak memberitakan sidang saat sedang berlangsung. Prosedur pemberitaan di tengah sidang juga tak masuk ranah hukum persidangan.

"Manakala memengaruhi jalannya proses persidangan, saya punya kewenangan. Namun, manakala itu masuk ranahnya pemberitaan, ada mekanismenya ke Dewan Pers," katanya.

Banyak hal tak terduga terkait siaran langsung. Sidang belum selesai, sudah ada berita tanggapan pihak yang disebut.

Menurut Sujatmiko, hal yang juga jadi masalah saat ini adalah publik yang ternyata menerima pemberitaan sidang dan senang karena adanya keterbukaan.

Jika menegur yang mengganggu sidang, hal itu bisa dilakukan hakim. "Tetapi, saya tidak bisa melarang atau mengatur pemberitaannya," ujar Sujatmiko.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dugaan Suap Angelina Sondakh

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

    Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

    Nasional
    Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

    Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

    Nasional
    Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

    Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

    Nasional
    Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

    Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

    Nasional
    Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

    Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

    Nasional
    BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

    BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

    Nasional
    Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

    Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

    Nasional
    Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

    Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

    Nasional
    PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

    PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

    Nasional
    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Nasional
    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Nasional
    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Nasional
    Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

    Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Nasional
    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com