Sujatmiko mengemukakan, secara aturan, antarsaksi tidak boleh berkomunikasi. Namun, di era teknologi informasi, aturan itu sulit ditegakkan. Dengan menyimak siaran langsung di televisi atau di berita online, sesama saksi bisa tahu keterangan masing-masing.
Dalam tata tertib sidang, anak-anak juga diminta tidak datang. ”Tetapi, dengan siaran langsung mereka bisa menonton,” ujar Sujatmiko.
Sujatmiko memahami keberatan penasihat hukum. Namun, ia mengaku tak punya kewenangan mengatur media. Klausul yang dipegang adalah sidang dibuka untuk umum dan ia merasa tak berhak meminta media tidak memberitakan sidang saat sedang berlangsung. Prosedur pemberitaan di tengah sidang juga tak masuk ranah hukum persidangan.
”Manakala memengaruhi jalannya proses persidangan, saya punya kewenangan. Namun, manakala itu masuk ranahnya pemberitaan, ada mekanismenya ke Dewan Pers,” katanya.
Banyak hal tak terduga terkait siaran langsung. Sidang belum selesai, sudah ada berita tanggapan pihak yang disebut.
Menurut Sujatmiko, hal yang juga jadi masalah saat ini adalah publik yang ternyata menerima pemberitaan sidang dan senang karena adanya keterbukaan.
Jika menegur yang mengganggu sidang, hal itu bisa dilakukan hakim. ”Tetapi, saya tidak bisa melarang atau mengatur pemberitaannya,” ujar Sujatmiko.