Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Banyak Korupsi karena Pejabat Tak Paham

Kompas.com - 10/12/2012, 13:05 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bakal kembali mengumpulkan jajaran pemerintah, khususnya pejabat yang menyusun dan mengelola anggaran pada Januari 2013. Tujuannya ialah untuk diberikan penjelasan berbagai hal mengenai tindak pidana korupsi. Hal itu dikatakan Presiden dalam pidato peringatan puncak Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012).

Dalam acara itu hadir jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dipimpin Abraham Samad, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Jaksa Agung Basrief Arief, Ketua BPK Hadi Poernomo, pimpinan MPR, para kepala daerah, dan undangan lain.

Presiden mengatakan, berdasarkan pengalamannya dalam 8 tahun terakhir, ada dua jenis korupsi. Pertama, pejabat memang berniat untuk melakukan korupsi. Kedua, tindak pidana korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat terhadap peraturan perundang-undangan.

"Negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi, tetapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya. Kadang-kadang, diperlukan kecepatan pengambilan keputusan dan memerlukan kebijakan yang cepat. Jangan biarkan mereka dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi," kata Presiden disambut tepuk tangan para undangan.

Presiden menambahkan, ketidakpahaman itu juga mengakibatkan keraguan pejabat ketika hendak mengambil keputusan atau menggunakan anggaran lantaran takut disalahkan. Bahkan, kata Presiden, keraguan itu juga terjadi di tingkat menteri. Akibatnya, program pembangunan terhambat.

"Hal begini tidak boleh terus terjadi. Kegiatan penyelenggaraan tidak boleh berhenti karena semua orang ragu-ragu dan takut untuk menetapkan kebijakan dan menggunakan anggaran," ucap Presiden.

Karena itu, Presiden akan mengumpulkan seluruh gubernur, bupati, wali kota, serta pejabat yang merancang dan mengelola anggaran. Presiden akan meminta aparat penegak hukum, termasuk BPK, BPKB, PPATK untuk menjelaskan kepada mereka semua hal mengenai tipikor.

"Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Mana wilayah korupsi, mana yang tidak. Mana yang kebijakan, mana yang tidak. Jangan sampai kita hidup di dalam alam ketakutan karena kurang jelasnya pemahaman kita semua. Saya ingin pembarantasan korupsi makin efektif dan upaya meningkatkan kesejahteraan tetap jalan, tidak terhenti, tidak terganggu," pungkas Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com