Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Minta KPK Buka Blokir Rekeningnya

Kompas.com - 28/11/2012, 15:57 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) Hartati Murdaya meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta agar Komisi Pemberantasan Korupsi membuka kembali rekeningnya yang diblokir. Permintaan ini disampaikan Hartati dan tim pengacaranya seusai mendengarkan pembacaan surat dakwaan jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

"Ada pemblokiran rekening yang dilakukan penyidik terhadap beberapa rekening Ibu Hartati. Pasal 29 kan ada kaitannya dengan kasus korupsi, sedangkan ini (dakwaan) menyangkut Pasal 5," kata salah satu pengacara Hartati, Denny Kailimang.

Hartati didakwa menyuap Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) lahan di Buol, Sulawesi Tengah. Mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 13 dalam undang-undang yang sama. Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara.

Menurut tim pengacara Hartati, jaksa KPK harus membuka blokir karena rekening tersebut tidak berkaitan dengan kasus dugaan penyuapan yang didakwakan kepada Hartati. Denny mengatakan, rekening yang diblokir penyidik KPK itu menyimpan uang untuk keperluan pembangunan rumah sakit, donasi bulanan untuk para biksu, dan kegiatan sosial lainnya.

"Dana yayasan tersangkut di sana, dan saya harapkan majelis dapat mempertimbangkan hal ini karena sudah cukup lama kami minta kepada penyidik, tetapi penyidiknya kayaknya tuli,” ujar Denny. Selain itu, menurutnya, pemblokiran tersebut juga tidak melalui persetujuan pengadilan.

Hal senada disampaikan Hartati. Dia mengatakan, rekening yang diblokir KPK tidak berkaitan dengan PT HIP. Hartati pun menyampaikan keluhannya akibat pemblokiran tersebut. Menurut Hartati, akibat rekeningnya diblokir, kegiatan sosial yang biasa dilakukan Hartati menjadi terhambat.

"Mereka sangat terkejut, tidak terkait dengan urusan Buol, tetapi sekarang kontraktor, konsultan, banyak yang harus dibayar menunggu, tidak dibayar dan kegiatan sosial jalan, tetapi terhambat," ujarnya.

Selain itu, menurut Hartati, penetapannya sebagai tersangka menimbulkan masalah keuangan di perusahaannya. Sejumlah bank yang memberikan pinjaman ke perusahaan Hartati langsung meminta seluruh pinjaman itu dilunasi begitu tahu Hartati menjadi tersangka. Hal tersebut, lanjutnya, menimbulkan permasalahan sehingga dikhawatirkan berpengaruh terhadap pembayaran gaji karyawan.

“Sehingga terjadi masalah cash flow (alur kas) operasional rutin perusahaan. Ini menyangkut puluhan ribu karyawan, saya merasa punya tanggung jawab moral, berhubungan dengan nama saya, mohon kebijaksanaan segera dibuka sehingga kami dapat memenuhi kewajiban kami, supaya supplier-supplier itu yang tidak dibayar, tidak menyetop, terutama terhadap industri,” ungkapnya.

Atas permintaan pihak Hartati ini, Ketua Majelis Hakim Gusrizal mengatakan, majelis akan mempertimbangkan permohonan tersebut dalam sidang yang akan datang. Persidangan selanjutnya dijadwalkan pada Kamis (6/12/2012).

Baca juga:
Hartati: Saya Tidak Punya Jiwa Korupsi!
2 Anak Buah Hartati Terbukti Menyuap
Hartati: Kita Tidak Boleh Kampungan
Hartati: Pengadilan Akan Buktikan Saya Tak Suap
Bupati Buol Terancam 20 Tahun Penjara

Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik "Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol", serta "Hartati Jadi Tahanan KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com