Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Terancam Lima Tahun Penjara

Kompas.com - 28/11/2012, 14:15 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) Hartati Murdaya Poo didakwa menyuap Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) lahan di Buol, Sulawesi Tengah. Dakwaan tersebut disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari Edy Hartoyo, I Kadek Wiradana, Anang Supriyatna, Yudi Kristiana, Trumulyono Hendardi, dan Eva Yustiana, serta dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (27/11/2012).

"Melakukan beberapa perbuatan, perbuatan belanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar sehingga berjumlah total Rp 3 miliar ke penyelenggara negara, Bupati Buol, dengan maksud berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa Eddy Hartoyo.

Perbuatan Hartati tersebut, menurut jaksa, melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 13 dalam undang-undang yang sama. Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara.

Jaksa menguraikan, Hartati, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama Arim (Financial Controller PT HIP), Totok Lestiyo (Direktur PT HIP), Gondo Sudjono (Direktur Operasional PT HIP), dan Yani Anshori (General Manager Supporting PT HIP) melakukan beberapa perbuatan yang dapat dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang senilai total Rp 3 miliar ke Amran selaku Bupati Buol. Adapun Arim dan Totok masih berstatus saksi dalam kasus ini, sementara Yani dan Gondo sudah divonis bersalah. Adapun Amran terancam 20 tahun penjara dan masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Menurut jaksa, pemberian uang senilai total Rp 3 miliar tersebut dilakukan agar Amran membuat surat yang ditujukan kepada Gubernur Sulawesi Tengah supaya memberi rekomendasi untuk menerbitkan IUP dan membuat rekomendasi kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional sehubungan dengan kepengurusan HGU atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) atau PT HIP atas lahan seluas 4.500 hektar, serta atas sisa lahan lainnya seluas 75.000 atas nama PT CCM dan PT HIP yang belum ada HGU-nya agar lahan tersebut tidak diberikan kepada PT Sonokeling Buana.

"Perbuatan ini bertentangan dengan kewajiban Bupati Buol yang dilarang menerima barang atau uang dari pihak lain yang memengaruhi keputusannya," kata Jaksa Eddy.

Pada April 2011, Hartati mengadakan pertemuan dangan Amran, Totok, dan Arim di JI Expo Pekan Raya Jakarta. Dalam pertemuan yang membahas masalah pencalonan kembali Amran sebagai Bupati Buol itu, Hartati menyampaikan kepada Amran supaya membantu penerbitan surat-surat terkait IUP dan HGU terhadap tanah seluas 4.500 hektar dan 75.000 hektar tersebut.

Atas permintaan Hartati tersebut, Amran berjanji akan membantunya. Pertemuan itu dilanjutkan dengan pembicaraan di Hotel Grand Hyatt Jakarta. Dalam pertemuan kedua, Hartati kembali menyampaikan kepada Amran agar membantu penerbitan surat-surat tersebut. Disepakati, Hartati akan memberikan uang Rp 3 miliar kepada Amran dengan rincian Rp 1 miliar melalui Arim dan Rp 2 miliar sisanya melalui Gondo Sudjono. 

"Selanjutnya terdakwa memerintahkan Arim menyiapkan surat-surat izin terkait IUP dan HGU lahan seluas 4.500 hektar," ujar Jaksa Eddy.

Setelah surat-surat beres, Arim dan Yani menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Amran dengan menyampaikan pesan kalau uang tersebut titipan dari Hartati. Setelah penyerahan uang, Hartati menghubungi Amran melalui telepon genggam Totok dan mengucapkan terima kasih karena sudah barter uang Rp 1 miliar.

"Kemudian terdakwa (Hartati) meminta bantuan Amran untuk kembali menerbitkan izin lokasi, IUP, dan HGU atas sisa lahan lainnya seluas 75.000 hektar atas nama PT CCM dan HIP yang belum punya HGU agar tidak diberikan kepada PT Sonokeling Buana," ungkap jaksa.

Hartati pun, menurut jaksa, berjanji memberikan uang Rp 2 miliar. Pada Juni 2012, Yani menghubungi Amran dengan mengatakan akan menyampaikan lagi titipan dari Hartati. Amran pun meminta Yani datang ke vilanya di Buol. Dengan mengendarai Toyota Innova hitam, Yani bersama Gondo mendatangi vila Amran. Mereka kemudian memberikan dua kardus berisi uang senilai Rp 2 miliar tersebut dengan mengatakan bahwa itu adalah titipan Hartati.

"Amran menjawab iya dan mengangguk, lalu memerintahkan pegawainya memasukkan dua kardus uang itu ke mobil Amran," tambah Jaksa Eva.

Setelah menyerahkan uang, Gondo dan Yani tertangkap penyidik KPK saat menuju perkebunan PT HIP di Buol.

Tidak mengajukan eksepsi

Menanggapi dakwaan jaksa ini, Hartati bersama tim kuasa hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Persidangan pun dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Kamis (6/12/2012) mendatang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Nasional
    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Nasional
    Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

    Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

    Nasional
    Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

    Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

    Nasional
    Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

    Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

    Nasional
    Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

    Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com