Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tetapkan Haris Surahman Tersangka Baru DPID

Kompas.com - 22/11/2012, 17:32 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan politikus Partai Golkar Haris Andi Surahman sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Haris diduga bersama-sama Fahd El Fouz atau Fahd A Rafiq menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Wa Ode Nurhayati.

“Dalam kaitan pengembangan dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan DPID, KPK telah meningkatkan status atau mengembangkan status penyidikan itu dengan menetapkan satu lagi tersangka atas nama HAS (Haris Andi Surahman) alias HSM sama-sama dengan Fahd ya yang sedang diproses di Tipikor,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (22/11/2012).

Menurut Johan, penetapan Haris sebagai tersangka ini merupakan pengembangan penyidikan perkara Wa Ode dan Fahd. Adapun Wa Ode divonis enam tahun penjara karena dianggap terbukti menerima suap DPID dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Sementara Fahd, dituntut tiga tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai pihak penyuap.

Johan mengatakan, Haris disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. “KPK menemukan dua alat bukti yang cukup yang bisa mengaitkan dengan tersangka HAS,” ujar Johan.

Peran Haris terungkap dalam persidangan kasus Fahd dan Wa Ode. Berdasarkan surat dakwaan Fahd, Haris seolah berperan sebagai perantara antara anak pedangdut A Rafiq itu dengan Wa Ode. Sekitar September 2010, Fahd menemui  Haris di Gedung Sekretariat DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Fahd meminta agar Haris mencarikan anggota Banggar DPR yang bisa mengusahakan tiga kabupaten di Aceh, yakni Pidie Jaya, Aceh Besar, dan Bener Meriah sebagai daerah penerima DPID. Haris pun, menurut dakwaan, menghubungkan Fahd dengan Wa Ode Nurhayati. Dalam persidangan beberapa  waktu lalu, Fahd bahkan mengaku memberikan uang  Rp 500 juta sebagai imbalan untuk Haris.

Menurut Fahd, Haris bekerja sebagai staf ahli anggota DPR asal fraksi Partai Golkar, Halim Kalla, adik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Fahd mengaku pertama kali bertemu Haris pada 2009. Saat itu Fahd ikut dalam tim pemenangan Jusuf Kalla-Wiranto untuk wilayah Sumatera dalam pemilihan umum 2009.

Ketika itu, menurut Fahd, dia menganggap Haris sebagai orang dekat Jusuf Kalla, mantan wakil Presiden RI yang juga politikus senior Partai Golkar. “Yang saya tahu, di mana ada JK, di situ ada Andi Haris,” ucapnya. Atas terungkapnya peran Haris, majelis hakim Pengadilan Tipikor beberapa kali memerintahkan KPK untuk menangkap Haris.

Ikuti perkembangan kasus ini dalam topik pilihan "Wa Ode dan Suap DPID"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com