JAKARTA, KOMPAS.com - Kesan kuno begitu terasa ketika memasuki Kompleks Polisi Militer Komando Daerah Militer Jaya (Pomdam Jaya) di kawasan Guntur, Jakarta Selatan. Bangunan-bangunan khas Belanda yang berdinding tebal, terlihat masih kokoh berdiri di sana.
Sebagian bangunan tampak lusuh dengan catnya yang memudar dan terkelupas. Sebagian lainnya, masih terlihat segar seolah baru dipugar. “Ini dulunya sempat digunakan untuk sekolah perawat,” Komandan Pomdam Jaya, Kolonel Cpm Dedy Iswanto.
Sekolah perawat itu pun berubah fungsi menjadi Kompleks Pomdam Jaya. Sejak 1949, dibangunlah Kompleks Pomdam Jaya yang lengkap dengan rumah tahanan di dalamnya. Pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, Rutan Guntur sempat digunakan Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk menahan para terduga aktivis Partai Komunis Indonesia.
Rutan ini juga pernah menampung tahanan politik sebelum era reformasi 1998. Memasuki era reformasi, fungsi rutan pun diubah menjadi tahanan militer.
Kini, sebagian bangunan Kompleks Pomdam Jaya yang juga merupakan cagar budaya itu dimanfaatkan untuk menampung para tersangka korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia, meminjam pakai sebagian bangunan di Kompleks Pomdam Jaya.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya akan meminjam lahan dan bangunan Kompleks Pomdam Jaya yang luas totalnya lebih dari 365 meter persegi. Rencananya, dibangun 11 sel yang mampu menampung 38 orang tahanan.
Sejauh ini, baru tiga sel yang selesai direnovasi dan siap digunakan. Tiga sel itu terletak di bagian depan Kompleks Pomdam Jaya, terpisah dengan lokasi pembangunan sel lainnya di bagian belakang. Lantas, seperti apa kondisi rutan KPK di sana?
Satu Sel untuk Dua Orang
Berdasarkan pengataman Kompas.com saat berkunjung ke Kompleks Pomdam Jaya, Rabu (21/11/2012), masing-masing sel dibangun dengan luas 15 meter persegi di sebuah bangunan berdinding tebal khas Belanda. Pintu sel tampak dicat hijau dan sebagiannya merupakan terali besi. Bisa dibayangkan, siapapun yang mendekam di dalam sana, dapat melihat suasana di luar sel melalui lubang-lubang terali besi.
Memasuki sel, terlihat dua tempat tidur berkasur busa seukuran satu orang. Di sudut ruangan, tampak lemari kayu kecil yang dapat digunakan untuk menyimpan peralatan-peralatan para tahanan. Sekilas, suasana dalam sel tampak seperti kos-kosan yang dihuni dua orang. Di dalamnya, ada kamar mandi yang dipisahkan dengan tembok setinggi orang dewasa. Toilet tersebut dilengkapi shower dan kloset duduk seadanya.
Tidak ada pendingin ruangan dalam sel tersebut. Hanya sebuah kipas angin yang menempel di langit-langit sel. Direktur Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia F. Haru Tamtomo mengatakan, sel ini dibangun sesuai dengan standar sel rutan sipil di Indonesia.
Sesuai dengan standar, ruang gerak setiap orang di dalam sel minimal 5,2 meter persegi. Fasilitas yang tersedia pun harus mencakup tempat kunjungan keluarga, tempat pertemuan dengan kuasa hukum, dan tempat bagi tahanan menghirup udara segar.
Bambang Widjojanto menjelaskan, di depan sel tersedia taman kecil yang nantinya menjadi tempat para tahanan “berangin-angin”. Ke depannya, kata Bambang, taman kecil itu akan dipagari sehingga membatasi ruang gerak para tahanan.
Menyulap Instalasi Tahanan Militer
Selain tiga sel tersebut, KPK berecana memugar bangunan dan membangun sebagian lahan yang terletak di bagian belakang Kompleks Pomdam Jaya, tepatnya di kawasan Instalasi Tahanan Militer. Kawasan instalasi tahanan militer tersebut dibatasi dengan tembok setinggi sekitar lima meter. Tampak gerbang bertuliskan “Instalasi Tahanan Militer Pomdam Jaya” sebagai satu-satunya pintu masuk ke kawasan Instalasi Militer.