Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Grasi Ola Tanggung Jawab Saya

Kompas.com - 10/11/2012, 05:57 WIB

Djoko mengatakan, keputusan presiden tentang pemberian grasi kepada Ola ditandatangani pada 26 September 2011, sedangkan keputusan presiden tentang pemberian grasi untuk Deni ditandatangani pada 25 Januari 2012. Grasi tersebut menganulir hukuman mati mereka menjadi hukuman penjara seumur hidup.

Namun, kemudian Kepala Badan Narkotika Nasional Jawa Barat Anang Pratanto mengungkapkan, Ola yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang diduga mengendalikan penyelundupan narkoba dari India ke Indonesia (Kompas, 6/11).

Kepala Humas BNN Komisaris Besar Sumirat, di Jakarta, Kamis, mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan aparat BNN, Ola meminta seseorang mencari kurir untuk menyelundupkan narkoba dari India ke Indonesia.

Pertimbangkan kembali

Presiden mengatakan akan mempertimbangkan grasi yang diberikannya jika narapidana penerima grasi terbukti secara hukum melakukan kembali tindak pidana kasus narkoba. Ia pun berharap proses hukum atas dugaan keterlibatan kembali narapidana penerima grasi tersebut dapat dilakukan secepat mungkin dan transparan.

”Katanya, yang bersangkutan terlibat kembali. Saya ingin ada proses hukum secepat-cepatnya. Saya ingin mendapatkan bukti bahwa yang bersangkutan, jika terbukti benar, mengedarkan sejumlah zat narkotika yang tidak dibenarkan, hampir pasti saya akan meninjau kembali pemberian grasi yang telah saya keluarkan, demi keadilan,” ujar Presiden.

Anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum dari Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan, mengatakan, Presiden harus meminta pertanggungjawaban kepada para pembantunya yang memberikan masukan untuk mengabulkan grasi itu.

”Apalagi jika benar bahwa MA menyatakan tidak cukup alasan untuk mengabulkan grasi Ola, maka patut diduga ada permainan dari orang-orang di sekitar Presiden yang memberikan masukan untuk mengabulkan grasi itu,” kata Trimedya.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menyatakan sangat keberatan dengan ungkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang menuturkan ada indikasi mafia narkoba sudah masuk ke lingkaran Istana.

”Tuduhan ini keji. Ini juga mencemarkan nama dan lembaga kepresidenan. Saya meminta Ketua MK untuk menjelaskan kepada saya, kalau perlu juga kepada Presiden, tuduhan itu,” ujarnya dalam jumpa pers di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Menurut Sudi, sebelum sampai kepada Presiden, ia selaku Mensesneg memastikan semua proses sudah dilalui. ”Kita juga yakinkan bahwa semua pihak yang harus memberikan pertimbangan telah memberikan pertimbangannya,” katanya.

”Bahkan, untuk permohonan grasi tertentu, seperti kasus narkoba, terorisme, dan kasus dengan terpidana warga negara asing, Presiden langsung memimpin rapat untuk mengolah pertimbangan-pertimbangan. Jadi, Presiden langsung memimpin rapat dan tidak hanya mendapat pertimbangan tertulis,” lanjutnya. (ato/why/fer)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com