Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Grasi Ola Tanggung Jawab Saya

Kompas.com - 10/11/2012, 05:57 WIB

Nusa Dua, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, grasi kepada terpidana mati kasus narkoba, Meirika Franola alias Ola, dilakukan lewat pertimbangan luas. Grasi itu diberikan setelah mendapat pertimbangan dari banyak pihak, tetapi Presiden tidak akan menyalahkan pihak itu.

”Kepada saya disampaikan berbagai pertimbangan oleh pihak-pihak yang memberikan pertimbangan itu. Meski demikian, tanggung jawab tetap di saya. Tidak boleh saya menyalahkan Mahkamah Agung, tidak boleh saya menyalahkan menteri. Kalau saya berikan atau menolak grasi, saya bertanggung jawab,” kata Presiden, Jumat (9/11), di Nusa Dua, Bali.

Waktu itu, kata Presiden, dilaporkan bahwa narapidana yang bersangkutan bukan bandar atau pengedar, melainkan hanya kurir. Maka, dengan pertimbangan masak, hukumannya dikurangi.

Presiden menjelaskan, banyak permintaan grasi yang ditolaknya. Permintaan grasi yang tidak menyangkut hukuman mati juga banyak yang ditolak. ”Boleh dikatakan, saya selektif untuk memberikan grasi,” ujarnya.

Hal itu disampaikan Presiden dalam jumpa pers dengan wartawan. Menteri dan pejabat yang hadir antara lain Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, serta Sekretaris Kabinet Dipo Alam.

Kemanusiaan

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, di Nusa Dua, Bali, mengatakan, saat ada permohonan grasi dari narapidana masuk ke Kantor Presiden, sesuai konstitusi, Presiden dapat meminta pertimbangan MA.

”Namun, tingkat kehati-hatian Presiden tinggi, maka kemudian Presiden meminta pertimbangan Menko Polhukam, saya, Kepala Polri, dan Jaksa Agung. Saya memberikan pertimbangan untuk mengabulkan beberapa permohonan itu. Ini tentu tidak mengikat Presiden. Namun, saya kira, kita semua memberikan itu dasarnya karena ada sentuhan kemanusiaan,” kata Amir.

Dalam jumpa pers di Gedung MA pada 12 Oktober 2012, Juru Bicara MA yang juga Ketua Muda Pidana MA Djoko Sarwoko mengatakan, sebelum memberikan grasi, sesuai dengan ketentuan hukum, Presiden meminta pertimbangan MA. Ia mengatakan, MA memandang permohonan grasi yang diajukan Ola tidak memiliki cukup alasan untuk dikabulkan (Kompas, 13/10).

Pada kesempatan itu, Djoko juga menjelaskan tentang pemberian grasi kepada terpidana mati kasus narkoba, Deni Setia Maharwa alias Rafi Muhammed Majid, sepupu Ola. Pertimbangan yang sama diberikan ketika Presiden meminta pertimbangan kepada MA sebelum memberikan grasi untuk Deni. Bahkan, lanjutnya, pada 2003 MA menolak permohonan peninjauan kembali Deni.

Djoko mengatakan, keputusan presiden tentang pemberian grasi kepada Ola ditandatangani pada 26 September 2011, sedangkan keputusan presiden tentang pemberian grasi untuk Deni ditandatangani pada 25 Januari 2012. Grasi tersebut menganulir hukuman mati mereka menjadi hukuman penjara seumur hidup.

Namun, kemudian Kepala Badan Narkotika Nasional Jawa Barat Anang Pratanto mengungkapkan, Ola yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang diduga mengendalikan penyelundupan narkoba dari India ke Indonesia (Kompas, 6/11).

Kepala Humas BNN Komisaris Besar Sumirat, di Jakarta, Kamis, mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan aparat BNN, Ola meminta seseorang mencari kurir untuk menyelundupkan narkoba dari India ke Indonesia.

Pertimbangkan kembali

Presiden mengatakan akan mempertimbangkan grasi yang diberikannya jika narapidana penerima grasi terbukti secara hukum melakukan kembali tindak pidana kasus narkoba. Ia pun berharap proses hukum atas dugaan keterlibatan kembali narapidana penerima grasi tersebut dapat dilakukan secepat mungkin dan transparan.

”Katanya, yang bersangkutan terlibat kembali. Saya ingin ada proses hukum secepat-cepatnya. Saya ingin mendapatkan bukti bahwa yang bersangkutan, jika terbukti benar, mengedarkan sejumlah zat narkotika yang tidak dibenarkan, hampir pasti saya akan meninjau kembali pemberian grasi yang telah saya keluarkan, demi keadilan,” ujar Presiden.

Anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum dari Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan, mengatakan, Presiden harus meminta pertanggungjawaban kepada para pembantunya yang memberikan masukan untuk mengabulkan grasi itu.

”Apalagi jika benar bahwa MA menyatakan tidak cukup alasan untuk mengabulkan grasi Ola, maka patut diduga ada permainan dari orang-orang di sekitar Presiden yang memberikan masukan untuk mengabulkan grasi itu,” kata Trimedya.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menyatakan sangat keberatan dengan ungkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang menuturkan ada indikasi mafia narkoba sudah masuk ke lingkaran Istana.

”Tuduhan ini keji. Ini juga mencemarkan nama dan lembaga kepresidenan. Saya meminta Ketua MK untuk menjelaskan kepada saya, kalau perlu juga kepada Presiden, tuduhan itu,” ujarnya dalam jumpa pers di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Menurut Sudi, sebelum sampai kepada Presiden, ia selaku Mensesneg memastikan semua proses sudah dilalui. ”Kita juga yakinkan bahwa semua pihak yang harus memberikan pertimbangan telah memberikan pertimbangannya,” katanya.

”Bahkan, untuk permohonan grasi tertentu, seperti kasus narkoba, terorisme, dan kasus dengan terpidana warga negara asing, Presiden langsung memimpin rapat untuk mengolah pertimbangan-pertimbangan. Jadi, Presiden langsung memimpin rapat dan tidak hanya mendapat pertimbangan tertulis,” lanjutnya. (ato/why/fer)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com