Salah satu hukum tak tertulis yang berlaku di masyarakat adalah norma kepatutan dan kepantasan. ”Mana ada norma di masyarakat kita yang membolehkan koruptor menjadi pejabat publik lagi,” katanya.
Oleh karena itu, publik atau masyarakat umum yang merasa dirugikan atau terganggu dengan pelanggaran hukum material tersebut bisa melayangkan gugatan ke pengadilan terhadap pejabat pemerintah yang telah melakukan perbuatan melawan hukum. ”Perbuatan melawan hukum kan ada dua, melanggar hukum formal dan hukum material. Nah, pengangkatan koruptor ini melanggar hukum material, yaitu asas kepatutan dan kepantasan,” ujar Akhiar.
Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Pasuruan Suryono Pane mengatakan, ”Jika hukum mensyaratkan pejabat yang menjalani proses hukum saja harus nonaktif, seharusnya mereka yang sudah divonis bersalah tidak diberi kesempatan lagi menduduki jabatan penting, apalagi dipromosikan.”
Menurut Kepala Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Widyagama, Malang, Zulkarnain, dalam kasus-kasus korupsi, Indonesia butuh strategi luar biasa untuk mengatasinya. ”Korupsi sudah menjadi kejahatan luar biasa dan mendarah daging di Indonesia. Maka, strategi yang dibutuhkan pun harus strategi luar biasa. Salah satu strategi luar biasa itu adalah tidak diberinya kesempatan lagi bagi koruptor untuk kembali menjabat,” ujarnya.
Tuntaskan kasus korupsi
Data yang tak kalah memprihatinkan ditunjukkan dari banyaknya kepala daerah yang terbukti korupsi. Gamawan menyebutkan, sejauh ini ada 278 kepala daerah yang divonis korupsi.
Di Semarang, Kepolisian Daerah Jawa Tengah didesak segera menuntaskan proses hukum perkara dugaan korupsi dana APBD di sejumlah daerah, yang dilakukan kepala daerah dan pejabat birokrasi sepanjang tahun 2001-2012.
Harapan ini disampaikan Koordinator Divisi Monitoring Kinerja Aparat Penegak Hukum Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Jateng Eko Haryanto serta aktivis penggiat antikorupsi di Jawa Tengah saat bertemu Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Komisaris Besar Mas Guntur Laupe, di Semarang, Senin.
”Proses penyidikan terhadap kepala daerah dan pejabat yang diduga terlibat kasus korupsi masih berjalan. Hanya saja terkendala hasil audit BPK yang tembusannya belum disampaikan ke tim penyidik Polda,” kata Mas Guntur Laupe, didampingi Kepala Unit III Tindak Pidana Korupsi Direskrimsus Polda Jateng Ajun Komisaris Joko Setyono.
Di Jawa Timur, sedikitnya dua tersangka kasus korupsi bebas. Mereka adalah bekas Kepala Bagian Keuangan Pemkab Mojokerto Teguh Gunarko, yang sekarang menjabat Kepala Bagian Umum Pemkab Mojokerto, serta bekas Kepala Dinas Permukiman, Kebersihan, dan Pertamanan Kabupaten Mojokerto Zainal Abidin, yang kini menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto, yang bebas dari jeratan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya dan Pengadilan Negeri Mojokerto.
Namun, Kejaksaan Negeri Mojokerto tidak tinggal diam. ”Kami tidak putus harapan dibebaskannya tersangka di tingkat pertama karena masih punya peluang kasasi di tingkat Mahkamah Agung,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Mojokerto Moh Iryan, di Mojokerto, Senin.
(WHY/AMR/INA/DIA/IAM/RAZ/WHO/DIK/TIF)
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Bekas Koruptor Jadi Pejabat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.