JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro mengaku sudah dua kali mengalami dimintai "jatah" oleh anggota DPR. Dari dua peristiwa itu, salah satunya adalah dengan modus meminta jatah hingga 2.000 ton gula. Hal itu diungkapkan Ismed di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/11/2012). Ia turut didengar keterangannya oleh Badan Kehormatan DPR terkait dugaan pemerasan BUMN oleh oknum anggota DPR.
"Ada yang terkait dengan program corporate social responsibility (CSR), bentuknya meminta 2.000 ton gula," ujar Ismed.
Namun, permintaan itu ditolaknya. Sebab, saat itu, RNI tengah merugi. Akan tetapi, sang anggota DPR yang dirahasiakan namanya oleh Ismed terus meminta dan "menawar" permintaannya dengan mengajukan 20 ton. "Ketika membeli dalam jumlah 20 ton, saya serahkan ke anak perusahaan untuk di-handle. Ternyata, setelah saya cek, dia hanya membeli 6 ton," kata Ismed.
Permintaan anggota DPR itu, lanjut Ismed, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ini. "Kalau gula itu menjelang Ramadhan karena itu rencananya untuk dibagikan ke konstituen di daerah pemilihan (dapil) masing-masing," ujarnya.
Selain dimintai jatah gula, Ismed juga mengaku pernah diminta memberikan uang dalam rangka Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada bulan Maret. Lagi-lagi, permintaan itu ditolaknya. Cara-cara yang dilakukan anggota dewan ini, diakui Ismed, sudah menjadi rahasia umum di perusahaannya. Namun, praktik ini kerap merugikan keuangan perusahaan.
"Nah, dalam konteksnya di RNI, karena saya sedang bersih-bersih, modus itu saya harus hentikan dan saya tegaskan bahwa periode saya, saya tidak lagi bisa memberikan itu karena RNI sedang merugi," kata Ismed.
Baca juga:
Masih Ada Anggota DPR Pemeras yang Belum Dilaporkan
Dahlan: Pemerasan BUMN Terkait Penanaman Modal
Alasan Dahlan Tak Ungkap Identitas Pemeras
Tak Mau Lapor KPK, Dahlan Utus Anak Buah
Ada Tiga Pemerasan BUMN yang Dilaporkan Dahlan
Siapkah Parpol jika Dahlan Terbuka?
Menanti "Amunisi" Dahlan
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dahlan Iskan Versus DPR