Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Konflik, Jagalah Iklim Investasi

Kompas.com - 04/11/2012, 02:31 WIB

Letak daerah yang kini dihuni sekitar 7,6 juta orang itu memang strategis. Ini terutama jika dilihat sebagai gerbang lintas dua kawasan ekonomi penting, yakni antara segitiga Singapura-Johor-Riau (Sijori) dan Jakarta, pusat pasar nasional. Pembangunan jembatan Selat Sunda adalah salah satu agenda yang siap didukung Lampung.

Daerah ini memiliki sumber daya pendukung yang prospektif sehingga disebut daerah unggulan luar Jawa. Sejak lebih dari dua dekade silam, sekitar tahun 1990-an, Lampung telah berkembang menjadi sentra pertanian dan kawasan industri, terutama pengolahan hasil-hasil pertanian sehingga dijuluki sebagai bumi agribisnis dan agroindustri.

Lampung memiliki lahan perkebunan besar kelapa sawit, karet, singkong, kakao, lada hitam, kopi, jagung, dan tebu. Di beberapa daerah pesisir, komoditas perikanan, seperti tambak udang, menonjol, bahkan untuk skala nasional dan internasional. Semua itu membentuk intensitas dan mendominasi struktur ekonomi agraris Lampung.

Selain hasil bumi, Lampung juga gerbang utama Jawa dan Sumatera. Dari hasil bumi yang melimpah tumbuhlah banyak industri seperti di daerah pesisir Panjang, Natar, Tanjungbintang, dan Bandarjaya. Di sini tumbuh perkebunan tebu dan industri gula, antara lain milik Gunung Madu Plantation, Sugar Group, dan Pemuka Sakti Manis Indah.

Potensi itu masih ditambah dengan pengembangan peternakan dengan pola inti rakyat untuk penggemukan berhasil merangsang peternak dalam mengembangkan usahanya. Pola ini didukung swasta melalui program kemitraan dan koperasi unit desa untuk memasok daging segar berkualitas tinggi bagi kebutuhan pasar.

Investor butuh aman

Di tengah sebaran potensi yang begitu nyata, Lampung kini juga makin sering didera konflik agraris dan konflik komunal, serta kerusuhan sosial akibat perilaku buruk elite politiknya. Pada Mei 2012 terjadi konflik agraris di Mesuji, Lampung bagian utara. Terjadi juga tiga kali konflik komunal dan kerusuhan sosial di Lampung Selatan.

”Investasi membutuhkan keamanan dan ketenangan. Konflik berdampak buruk, kontraproduktif terhadap investasi. Investor akan berpikir ulang tentang rencana menanamkan modalnya. Penyelesaian konflik sering kali hanya selesai di tingkat elite, sedangkan akar rumput tidak dilibatkan,” kata Jima.

Contoh tentang dampak konflik itu terasa di Lampung Selatan. Di saat pertumbuhan ekonomi regional Lampung mencapai rata-rata 6,1 persen, Lampung Selatan malah mengalami kemerosotan dibandingkan dengan daerah lain. ”Lampung Selatan lebih rendah, pertumbuhannya hanya 5,9 persen, jauh di bawah yang lain,” katanya.

Padahal, Lampung Selatan adalah gerbang utama lintas Jawa-Sumatera. Karena memiliki posisi strategis dari sisi geografisnya itu, maka visi pemerintah daerah harus mampu mengelola setiap riak permasalahan di tengah warga agar tidak meledak menjadi sebuah bom yang dapat menghancurkan obsesi regional Lampung.

Pemerintah daerah yang bijak memang harus tanggap dan peduli mengurus daerahnya, dan hadir di tengah masyarakat untuk mendengarkan aspirasi dan problem yang dihadapi. Tidak hanya untuk dicatat di buku agenda kunjungan, tetapi juga diwujudkan dalam aksi nyata yang membuat rakyat mencintai pemimpinnya karena kompetensi dan kapasitasnya itu. (herlambang jaluardi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com