Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla: Percepat Perdamaian

Kompas.com - 03/11/2012, 03:30 WIB

Wakil dari kelompok etnis Bali di Lampung, Wayan Suda (47), mengungkapkan, masyarakat Bali tiba di Lampung sejak 1956 melalui program transmigrasi pemerintah. Mereka membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. ”Hutan belantara kini menjadi lahan produktif,” ujar Suda.

Masyarakat etnis Bali juga berkontribusi pada sarana transportasi dengan mendirikan beberapa perusahaan otobus. Di bidang pemerintahan, ada yang menjadi pejabat publik serta polisi. ”Kami adalah bagian dari Lampung dan kami ikut aktif dalam membangun Lampung,” kata Suda.

Warga Desa Balinuraga, Wayan Sudiartana (54), membenarkan peran masyarakat etnis Bali telah hidup harmonis di Lampung selama lebih dari 50 tahun. ”Kami minta pemerintah bantu menciptakan kembali situasi yang damai,” kata Kepala SMP Dharma Bakti di Balinuraga, yang gedung sekolahnya dirusak massa.

Perbaikan

PMI akan menyumbang 10.000 lembar seng untuk mengatapi rumah yang terbakar di Desa Balinuraga. Rehabilitasi permukiman itu dilakukan berbarengan dengan proses perdamaian kedua pihak yang bertikai. Perbaikan rumah dikerjakan bergotong royong. Kalla mengusulkan, keluarga yang rumahnya rusak parah bisa menumpang dulu di rumah tetangga.

Sebelum berkunjung ke pengungsian, Kalla datang ke Desa Balinuraga, Desa Sidoreno, dan Desa Patok yang terdampak kerusuhan. Aktivitas di desa itu sudah lebih hidup dibandingkan sebelumnya. Sejumlah warga yang kembali dari pengungsian mulai membereskan puing-puing rumah, dibantu TNI.

Wayan Sulendra (46), warga Desa Trimomukti, siap membantu perbaikan rumah yang rusak. ”Tentunya kami membutuhkan material bangunan serta alat-alat pertukangan,” kata Wayan, yang saat ditemui sedang membersihkan puing di sebuah rumah di Desa Balinuraga.

Penjagaan masih terlihat ketat. Sejumlah kendaraan lapis baja siaga di beberapa lokasi, misalnya di sekitar Pasar Patok, yang memisahkan Desa Balinuraga dengan Desa Agom. Portal berkawat duri masih terpasang di gapura Desa Balinuraga.

Kepala Kepolisian Resor Lampung Selatan Ajun Komisaris Besar Tatar Nugraha mengatakan, saat ini telah diperiksa 27 saksi dari tiga penyerangan. Dua penyerangan terjadi pada Minggu (28/10) dan satu kericuhan lainnya sehari kemudian.

Secara terpisah, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, menyatakan, pemerintah dan aparat keamanan setempat perlu membangkitkan kembali kesadaran kedua kelompok yang berkonflik untuk mematuhi hukum. Setiap pelanggaran hukum diselesaikan dengan membawanya ke ranah hukum. Kalau penyelesaian hukum tidak kunjung menenangkan kedua pihak, aparat negara harus segera bertindak agar konflik tidak meluas.

”Jangan ada kesan pembiaran dari aparat penegak hukum dan pemerintah terhadap persoalan itu. Fasilitasi dialog kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan dengan jalan musyawarah,” kata Albert.

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet, berpendapat, dalam jangka pendek, segenap pihak, terutama pemda dan masyarakat sipil lokal, mesti mengupayakan kembali kepercayaan antarwarga berkonflik. Jangka menengah, perlu diupayakan jembatan pengertian dan pemahaman terhadap kebudayaan sesama warga demi membangun budaya kesetaraan.

”Untuk jangka panjang harus dibenahi akar soal, yakni ketidakadilan hukum agraria yang berakar panjang dan meminggirkan warga lokal,” katanya. (HEI/FER/INA/WHY/NTA/ONG/IAM/FAJ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com