Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pegawai Pajak Tommy Terancam 20 Tahun Penjara

Kompas.com - 29/10/2012, 16:39 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Tommy Hindratno didakwa menerima suap senilai Rp 280 juta sebagai imbalan atas jasanya memberikan infomasi terkait proses penyelesaian restitusi pajak PT Bhakti Investama. Surat dakwaan tersebut dibacakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/10/2012).

Menurut jaksa, Tommy menerima uang suap tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Ferry Syarifuddin, pegawai pajak yang bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa di Jakarta. Uang Rp 280 juta itu diberikan oleh Komisaris PT Bhakti Investama (PT BHIT) Antonius Z Tonbeng melalui James Gunarjo. Adapun James divonis bersalah dan dihukum tiga tahun enam bulan penjara dalam kasus ini. Sementara Antonius dan Ferry masih berstatus sebagai saksi.

"Baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Ferry Syarifuddin pada 2012 di Restoran Masakan Padang Sederhana, Jakarta Selatan, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara pada Ditjen Pajak, selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Pajak KPP Pratama Sidoarjo menerima hadiah Rp 280 juta dari Antonius melalui James Gunarjo," kata jaksa Medi Iskandar.

Tommy pun didakwa dengan pasal yang disusun secara alternatif, yakni Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal 20 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Menurut jaksa, uang Rp 280 juta yang diterima Tommy itu patut diduga sebagai imbalan karena telah memberikan data atau informasi mengenai hasil pemeriksaan Ditjen Pajak terkait proses pengajuan klaim restitusi pajak PT BHIT senilai Rp 3,4 miliar sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Akhir Januari 2012, Tommy mengikuti pertemuan dengan James dan Antonius di kantin Gedung MNC Tower, Kebon Sirih, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, James dan Antonius meminta bantuan Tommy terkait penyelesaian klaim Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) lebih bayar pajak (restitusi) PT Bhakti Investama, Tbk.

"Saat itu pula lah Antonius menyampaikan, 'kalau berhasil, ada lah' kemudian dijawab terdakwa (Tommy) dengan berkata 'saya lihat dulu'," tutur jaksa Medi.

Sebagai tindak lanjut atas permintaan tersebut, Tommy menemui Ferry Syarufuddin selaku pegawai pajak yang satu ruangan dengan ketua tim pemeriksa pajak PT BHIT, Agus Totong. Selanjutnya, Tommy terus berkomunikasi dengan Ferry untuk meminta informasi perkembangan hasil pemeriksaan tim pajak PT BHIT. Informasi dari Ferry tersebut kemudian diteruskan Tommy kepada James.

Hingga pada April 2012, Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atas SPT PPn PT Bhakti Investama senilai Rp 517 juta dan SPT PPn sebesar Rp 2,9 miliar. SKPLB tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) terhadap wajib pajak PT Bhakti Investama dengan nilai total Rp 3,4 miliar.

Setelah pengembalian pajak sebesar Rp 3,4 miliar itu masuk ke rekening PT BHIT di Bank BCA, Antonius sepakat mengeluarkan Rp 340 juta dari jumlah uang tersebut untuk diberikan kepada James. Kemudian James mengambil Rp 60 juta untuk dirinya sedangkan sisanya, Rp 280 juta diberikan kepada Tommy. Penyerahan uang kepada Tommy berlangsung di Restoran Masakan Padang Sederhana di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Juni lalu.

Seusai transaksi serah-terima uang, Tommy dan James tertangkap penyidik KPK. Atas surat dakwaan jaksa ini, Tommy dan tim pengacaranya akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi yang dibacakan dalam persidangan selanjutnya, 5 November mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com