JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) Hartati Murdaya Poo menyalahkan sistem otonomi daerah atas kasus dugaan penyuapan terkait hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah yang menjeratnya. Menurut Hartati, sistem otonomi daerah yang belum sempurna membuka celah bagi para kepala daerah untuk sewenang-wenang menekan para pengusaha.
"Ya pada intinya adalah adanya tekanan dari Pemda karena sistem otonomi daerah yang tidak sempurna membuka celah kesewenangan dan menciptakan tekanan yang membuat anak buah saya nekat," kata Hartati di Gedung KPK, Jakarta seusai diperiksa sebagai tersangka, Jumat (19/10/2012).
Menurut Hartati, akibat tekanan dari Bupati Buol Amran Batalipu, anak buahnya terpaksa memberi uang ke Amran. Hartati mengklaim kalau pemberian uang Rp 3 miliak ke Bupati Amran tersebut dilakukan oleh anak buahnya, tanpa sepengetahuan Hartati. "Karena saya sibuk, saya tidak tahu. Barangkali dia setujui tapi saya tidak karena adanya tekanan itu, ya karena tekanan, direktur saya memberi atas tekanan," ujar mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat itu.
Selama ini Hartati memang tidak pernah mengaku memberikan uang kepada Bupati Amran terkait kepengurusan HGU perkebunan kelapa sawit di Buol. Menurut Hartati, anak buahnyalah yang melakukan pemberian uang tersebut atas desakan Amran. Dalam kasus ini, KPK sudah menjerat Amran dan dua anak buah Hartati, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono.
Amran segera menjalani proses persidangan perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sementara Yani dan Gondo dituntut dua tahun enam bulan penjara. Dalam surat tuntutan Yani dan Gondo yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/10/2012), jaksa KPK menilai kalau kedua pejabat PT HIP itu bukanlah inisiator pemberian suap ke Amran. Hal ini yang kemudian dijadikan dasar pertimbangan jaksa sebagai yang meringankan hukuman Yani dan Gondo.
Berita terkait lainnya dapat diikuti di Topik: HARTATI DAN DUGAAN SUAP BUPATI BUOL
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.