Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Kejanggalan dalam Kasus Novel

Kompas.com - 08/10/2012, 09:06 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendapatkan ujian. Salah satu penyidiknya yang memimpin penanganan kasus tersebut, yakni Komisaris Novel Baswedan, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan berat oleh Kepolisian Daerah Bengkulu.

Kasus penganiayaan berat yang dikaitkan Polda Bengkulu dengan Novel ini terbilang kasus lama. Pada 2004, menurut kepolisian, Novel diduga melakukan penganiayaan dengan menembak tersangka kasus pencurian sarang burung walet. Saat itu, Novel menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu. Lamanya selang waktu antara peristiwa dan penyidikan kepolisian yang baru dilakukan saat ini menimbulkan kecurigaan.

Pada Jumat (5/10/2012) malam, anggota Polda Bengkulu dengan dibantu pasukan Polda Metro Jaya menggeruduk Gedung KPK, di Kuningan, Jakarta Selatan. Tujuannya untuk menangkap Novel. Mereka mengaku membawa surat penangkapan dan surat penggeledahan. Namun, menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, surat penggeledahan yang dibawa pasukan Polda Bengkulu itu belum disertai izin pengadilan, bahkan belum ada nomor suratnya.

Janggal

Juru Bicara KPK Johan Budi, Minggu (7/10/2012) malam, mengungkap kejanggalan lain terkait penetapan Novel sebagai tersangka oleh Polda Bengkulu. Menurut Johan, tim investigasi KPK menemukan bahwa laporan masyarakat terhadap Novel baru dibuat Polda pada 1 Oktober 2012 atau empat hari sebelum Polda Bengkulu berupaya menangkap Novel. Surat laporan tersebut bernomor 1285/11/2012/SPKT.

Seperti diketahui, laporan inilah yang menjadi dasar kepolisian menyidik kasus dugaan penganiayaan yang dituduhkan ke Novel tersebut. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Komisaris Besar Dedy Irianto sebelumnya mengatakan bahwa kasus delapan tahun yang menimpa Novel itu diusut karena ada laporan dari tersangka pencurian sarang burung walet yang menjadi korban.

"Ada laporan keberatan dari masyarakat. Kapan saja bisa kami proses sepanjang belum kedaluwarsa," katanya, beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan hasil investigasi KPK, menurut Dedy, laporan masyarakat tersebut baru masuk pada Agustus lalu. Johan juga mengungkapkan kejanggalan lain yang ditemukan tim investigasi KPK. Menurutnya, hingga kini belum ada uji balistik terhadap peluru yang dikaitkan dengan kasus dugaan penganiayaan oleh Novel tersebut. Selain itu, menurutnya, belum ada pemeriksaan menyeluruh terhadap saksi-saksi.

"Perlu juga disampaikan bahwa sebelum hari Jumat itu, belum satu pun surat panggilan yang dialamatkan kepada yang bersangkutan (Novel) untuk diperiksa," katanya.

Korban bantah melapor

Secara terpisah, pihak Iwan Siregar yang diduga menjadi korban penembakan itu membantah jika dirinya disebut membuat laporan polisi atas perbuatan Novel delapan tahun lalu. Pengacara korban, Yuliswan, mengatakan kalau yang dibuat pengacara atas nama korban ialah surat permohonan keadilan.

"Saya hanya membuat surat permohonan keadilan kepada Kapolri terkait aparat yang sudah menembak klien saya delapan tahun lalu," kata Yuliswan.

Surat yang dimaksud Yuliswan dibuat tanggal 21 September 2012. Surat bernomor 079/SP/A-YDR/09/2012 tersebut ditujukan kepada Kapolri. Surat sengaja ditujukan kepada Kapolri karena berdasarkan pengalaman selama ini, surat pengaduan kepada polisi, baik di tingkat polda maupun polres, jarang ditanggapi.

Yuliswan juga menyampaikan, surat permohonan keadilan dibuat saat ini, setelah delapan tahun peristiwa itu berlalu, karena salah seorang korban, Iwan Siregar, masih merasakan sakit di kakinya akibat ditembak polisi.

"Kami ingin ada keadilan dan perhatian dari polisi. Kaki klien kami yang masih sakit tolong diobati. Terima kasih karena sekarang kaki Iwan sudah dioperasi. Sekarang ia masih dalam proses penyembuhan," katanya.

Yuliswan menambahkan, seandainya ada pelanggaran hukum yang dilakukan polisi ketika menangkap kliennya, ia menyerahkan sepenuhnya kepada polisi.

"Sudah dioperasi pun klien saya sudah berterima kasih. Semoga kakinya tidak sakit lagi. Kalau mau diusut siapa yang menembak klien saya, kami senang saja karena klien saya tidak tahu persis siapa yang menembaknya," katanya.

Novel didatangi utusan Kapolri

Beberapa hari lalu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, Novel pernah ditemui utusan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo. Tepatnya, sehari sebelum insiden penggerudukan Gedung KPK oleh Polda Bengkulu pada 5 Oktober 2012.

Utusan Kapolri berinisial AA dan AD itu, menurutnya, meminta Novel menemui Kepala Satuan Reserse Kriminal Polri Yasin Fanani.

"Tujuan pertemuan adalah untuk membantu Novel melakukan konfirmasi atas teror dan kriminalisasi yang didapat Novel kepada Kapolri sebagai orang tua sekaligus pembahasan alih status 28 penyidik di KPK," kata Bambang.

Saat itu, Novel menjawab bersedia menghadap sepanjang mendapatkan izin dari pimpinan KPK. Namun, pimpinan KPK yang ada hari itu, yakni Busyro Muqoddas, tidak mengizinkan Novel menemui Yasin.

Kapolri tidak tahu?

Terkait kasus Novel ini, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengaku tidak tahu adanya upaya penangkapan terhadap Novel oleh anggota Polda Bengkulu yang menggeruduk Gedung KPK pada Jumat malam itu. Atas instruksi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kapolri pun memerintahkan anggota Polda Bengkulu yang dibantu Polda Metro Jaya itu meninggalkan Gedung KPK.

Informasi yang diterima Kompas.com menyebutkan, sehari sebelum pengepungan di kantor KPK itu, Kapolri melakukan pertemuan dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Sutarman dan Kadiv Propam Polri Irjen Budi Gunawan. Pertemuan tersebut diduga membahas rencana penangkapan Novel. Penangkapan sengaja dilakukan di Gedung KPK untuk memberikan pukulan kepada lembaga antikorupsi itu.

Secara terpisah, Guru Besar FH UI Hikmahanto Juwana juga menilai, Polri harus menjawab sejumlah pertanyaan atas kasus Novel. Menurutnya, jika dirunut, muncul sejumlah kecurigaan. Menurut Hikmahanto, Polda Bengkulu telah menyampaikan kepada publik foto peluru yang mengenai korban. Akan tetapi, tidak ada foto yang memperlihatkan Komisaris Novel Baswedan melakukan penembakan.

"Foto atas korban yang terkena peluru yang disampaikan oleh Polda tidak menjawab dan menjadi bukti bahwa Kompol Novel yang melakukan penembakan," ujarnya.

"Saat ini Polri belum menjawab secara tuntas sejumlah pertanyaan masyarakat. Semisal, mengapa waktu proses hukum atas Kompol Novel baru dilakukan sekarang, delapan tahun setelah kejadian, dan bertepatan dengan proses hukum Jenderal DS (Djoko Susilo)," kata Hikmahanto.

Selain itu, menurutnya, Polri juga harus menjawab mengapa merekomendasikan Novel sebagai penyidik KPK jika mengetahui yang bersangkutan terlibat tindak kriminal. Bahkan, Novel telah beberapa kali mengalami kenaikan pangkat.

"Semua pertanyaan ini belum terjawab dengan baik oleh pihak-pihak yang berwenang di Polri. Bahkan, sejumlah jawaban justru menimbulkan pertanyaan baru dengan sejumlah kecurigaan," ujarnya.

Benarkah ada skenario tertentu di balik penetapan Novel sebagai tersangka dan upaya penangkapannya?

Berita terkait polemik antara Polri dan KPK dapat diikuti dalam topik "Polisi Vs KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

    Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

    Nasional
    Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

    Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

    Nasional
    Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

    Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

    Nasional
    Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

    Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

    Nasional
    Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

    Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

    Nasional
    KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

    KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

    Nasional
    Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

    Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

    Nasional
    Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

    Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

    Nasional
    Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

    Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

    Nasional
    Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

    Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

    Nasional
    Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

    Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

    Nasional
    Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

    Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

    Nasional
    Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

    Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

    Nasional
    Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

    Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

    Nasional
    KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

    KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com