Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Tokoh Agama dan Akademisi Bersuara

Kompas.com - 03/10/2012, 02:03 WIB

Namun, saat ini bagi publik, sangat aneh Presiden Yudhoyono tidak kunjung bersikap melihat KPK tengah dilemahkan secara sistematis seperti dikatakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Guru Besar Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Prof JE Sahetapy mengatakan, kalau Presiden tak bersikap apa pun, sulit memberi sebutan untuknya.

Bagi Sahetapy, sangat aneh dan tak masuk akal Presiden sebagai atasan langsung Kepala Polri tak bisa memerintahkan agar penyidikan kasus korupsi simulator diserahkan sepenuhnya ke KPK. Mengapa Presiden tak memerintahkan Kepala Polri agar penarikan penyidik yang mengganggu kinerja KPK memberantas korupsi itu ditunda.

Wajar jika semua keanehan ini bermuara pada pertanyaan, seriuskah Presiden Yudhoyono memimpin pemberantasan korupsi di negeri ini? Apalagi, selama masa kampanye Pemilihan Presiden 2004 dan 2009, Yudhoyono selalu mengatakan akan memimpin langsung upaya pemberantasan korupsi.

Ada baiknya disimak jawaban Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto ketika ditanya mengapa Presiden tidak kunjung bersikap langsung menghadapi pelemahan KPK. Menurut Kuntoro, apa yang dianggap publik mudah dilakukan Presiden kenyataannya tak semudah yang dibayangkan. Kuntoro memang tak bisa menjawab detail apa yang membuat hal itu tak mudah bagi Presiden.

Kita ingat saat pimpinan KPK didiskriminalisasi. Wakil ketua KPK ketika itu, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, dijadikan tersangka oleh Mabes Polri. Keduanya dijadikan tersangka penerima suap. Mereka sempat ditahan. Berkas perkaranya telah sampai ke kejaksaan. Rakyat bergejolak. Setelah proses panjang ini, Presiden akhirnya turun tangan.

Presiden membentuk Tim Delapan untuk meneliti kejanggalan kasus tersebut. Mengakhiri kemelut yang menggerakkan rakyat untuk mendukung KPK secara nyata, Presiden ”memerintahkan” kejaksaan menyelesaikan kasus tersebut agar tidak sampai ke pengadilan. Kejaksaan kemudian melakukan deponeering atas kasus itu.

Namun, kita juga ingat. Tidak ada satu pun aparat hukum di bawah kendali Presiden yang dihukum karena mengkriminalisasi pimpinan KPK.

Ancaman sama

Kini KPK menghadapi ancaman yang sama, bahkan bisa lebih genting dibanding kriminalisasi pimpinan KPK yang melahirkan gerakan ”cicak lawan buaya”. Saat ini, kewenangan KPK diancam dipereteli melalui revisi UU KPK.

Saat mereka menangani kasus korupsi yang melibatkan petinggi Polri seperti dalam kasus simulator di Korlantas, KPK tak bisa dengan mulus melaksanakan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Penyidik KPK ditarik secara besar-besaran. Wajar jika kini pun muncul kekhawatiran akan ada kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.

Seperti ketika muncul gerakan ”cicak lawan buaya”, rakyat kini tetap di belakang KPK memberi dukungan. Rakyat percaya, KPK memelihara harapan akan terciptanya negeri yang bersih dari korupsi. Wakil-wakil rakyat yang sungguh-sungguh bersuara seperti rakyat sudah mendatangi Gedung KPK mempertanyakan sikap Presiden yang tak kunjung nyata.

Mereka adalah para tokoh agama dan akademisi yang bersama rakyat merawat gerakan ”cicak lawan buaya”. Ingatan rakyat soal hal itu masih segar pastinya. (KHAERUDIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com