Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Undang-Undang KPK Masih Memadai, Tak Perlu Revisi

Kompas.com - 30/09/2012, 08:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi hendaknya dihentikan karena dikhawatirkan bakal memereteli kewenangan komisi itu. KPK merupakan produk reformasi dan masih sangat dibutuhkan di tengah maraknya praktik korupsi di Tanah Air.

Harapan itu disampaikan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi dan Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril, dalam diskusi Revisi UU KPK di Jakarta, Sabtu (29/9). Pembicara lain adalah anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nudirman Munir; anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Indra; dan praktisi hukum Teuku Nasrullah.

Menurut Johan Budi, UU Nomor 30 Tahun 2002 masih cukup memadai sebagai landasan kerja KPK selama ini. Karena itu, tidak diperlukan lagi revisi atas UU tersebut, apalagi jika dikhawatirkan justru bakal mengurangi wewenang komisi itu. ”Hentikan retorika. Jangan pereteli kewenangan KPK. Mari kembali memperkuat gerakan memerangi korupsi,” katanya.

Oce Madril mengingatkan, revisi UU KPK sejauh ini cenderung melemahkan komisi itu. Draf revisi tersebut berisi usulan untuk menghilangkan kewenangan penuntutan, membatasi kewenangan penyadapan, dan membentuk Dewan Pengawas untuk membatasi gerak komisi itu. Semua usulan tersebut tidak disertai argumentasi kuat, apalagi naskah akademik hasil kajian atau penelitian serius.

Secara terpisah, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengancam membuat gerakan tidak memilih partai dan politisi yang prorevisi UU KPK dan koruptor pada Pemilu 2014.

Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho, Sabtu, mengungkapkan, DPR sebaiknya mendengarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Publik, KPK, bahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sudah dengan tegas menolak revisi UU saat ini. UU KPK yang ada sekarang sudah sangat memadai.

Hal senada diungkapkan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra. Saat ini, sejumlah pihak keliru melihat perlu-tidaknya revisi sebuah UU. Argumentasi yang disampaikan untuk merevisi UU lebih banyak yang tidak jelas. ”Revisi lebih banyak dilakukan dengan alasan like and dislike, suka atau tidak suka kepada KPK. Bukan karena basis kebutuhan,” ungkap Saldi.

Namun, Nudirman Munir mengungkapkan, revisi UU diperlukan untuk merevitalisasi dan memperkuat KPK. Wewenang penuntutan dan penyadapan tetap dipertahankan. Revisi diarahkan untuk memperjelas status penyidik independen, masa jabatan pimpinan, dan pembentukan Badan Pengawas KPK.

Indra memaklumi jika masyarakat mengkhawatirkan proses revisi justru bakal melemahkan KPK. ”Publik tak akan tinggal diam jika DPR terus memproses revisi itu. Kami akan kembalikan draf revisi kepada Komisi III, yang artinya menolak revisi itu,” katanya. (IAM/ANA)

Wacana tentang revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

    Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

    Nasional
    KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

    KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

    Nasional
    4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

    4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

    Nasional
    Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

    Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

    Nasional
    KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

    KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

    Nasional
    Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

    Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

    Nasional
    Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

    Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

    Nasional
    Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

    Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

    Nasional
    Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

    Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

    Nasional
    Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

    Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

    Nasional
    Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

    Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

    Nasional
    Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

    Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

    Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

    Nasional
    Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

    Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

    Nasional
    Nasib Pilkada

    Nasib Pilkada

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com