Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Aturan Penyadapan di KPK Versi DPR

Kompas.com - 27/09/2012, 10:05 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana mengatur mekanisme penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu terlihat dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Dalam UU KPK saat ini tak diatur mekanisme penyadapan. Pada Pasal 12 ayat 1a hanya disebutkan KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Bagaimana pengaturan penyadapan yang diusulkan?

Dalam draf revisi yang diterima Kompas.com, tak disebutkan KPK berwenang merekam pembicaraan atau hanya melakukan penyadapan. Disisipkan pula satu pasal, yakni Pasal 12 A ayat 1 yang berisi pengaturan penyadapan. Dalam ayat 1, persyaratan penyadapan, yakni setelah adanya bukti permulaan yang cukup, dilaksanakan oleh penyidik KPK, dan mendapat persetujuan pimpinan KPK.

Pada ayat 2 diatur, pimpinan KPK meminta izin tertulis terlebih dulu dari ketua pengadilan negeri untuk melakukan penyadapan. Pada ayat 3, KPK dapat menyadap sebelum mendapat izin dari ketua pengadilan negeri asalkan dalam keadaan mendesak.

Namun, setelah melakukan penyadapan, pimpinan KPK harus meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri dalam waktu paling lama 1 x 24 jam setelah dimulainya penyadapan.

Diatur pula, semua penyadapan harus dilaporkan kepada pimpinan KPK setiap bulan. Penyadapan dapat dilakukan paling lama tiga bulan sejak keluarnya izin dari ketua pengadilan negeri.

Izin penyadapan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama. Pengaturan lain, penyadapan harus dipertanggungjawabkan kepada pimpinan KPK paling lambat 14 hari setelah penyadapan. Dalam draf disebutkan, hasil penyadapan bersifat rahasia kecuali untuk kepentingan peradilan.

Terkait berbagai pengaturan itu, kajian Badan Legislasi DPR menyebutkan, syarat adanya izin dari ketua pengadilan negeri dapat mengakibatkan kebocoran informasi. Semakin panjang birokrasi penyadapan dikhawatirkan akan memperlama proses penyadapan sehingga kemungkinan data atau bukti yang hilang akan semakin besar.

Kajian Baleg lainnya, permintaan izin dapat mengakibatkan konflik kepentingan jika kasus korupsi tersebut menyangkut pengadilan. Hal lain, menurut Baleg, pembatasan waktu penyadapan yang cukup pendek membuat KPK tidak leluasa dalam mengumpulkan alat bukti.

Kewenangan dipereteli

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad menanggapi keras rencana revisi UU KPK yang disinyalir akan mengurangi sejumlah kewenangan lembaga antikorupsi itu. (Baca: Abraham: Kewenangan Dipereteli, Bubarkan Saja KPK!)

"Kalau penuntutan maupun penyadapan dipereteli, mendingan KPK dibubarkan saja," kata Ketua KPK Abraham Samad di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/9/2012).

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai revisi UU KPK bentuk perilaku koruptif dari politisi lantaran tidak transparan dan akuntabel. Beberapa wacana revisi UU KPK, menurut dia, sulit diterima akal sehat, seperti pengaturan mekanisme penyadapan yang harus mendapat izin terlebih dulu dari pengadilan negeri setempat.

"Penyadapan itu menjadi kekuatan kami. Bayangkan saja kalau yang mau disadap itu orang pengadilan. Mengajukan izin, surat itu masuk ke panitera dulu. Kalau paniteranya tidak berintegritas, tidak bermoral, langsung dibocori. Nangis Mas Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK), yang lain juga nangis. Ini logika yang sulit dipahami akal yang waras. Menyedihkan sekali," kata Busyro beberapa waktu lalu.

Selama ini, KPK berhasil menangkap tangan proses suap-menyuap setelah melakukan penyadapan sebelumnya. Hasil sadapan itu pun diputar di pengadilan tindak pidana korupsi untuk menguatkan dakwaan.

Berita terkait wacana revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

    Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

    Nasional
    Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

    Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

    Nasional
    Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

    Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

    Nasional
    Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

    Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

    Nasional
    TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

    TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

    Nasional
    ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

    ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

    Nasional
    Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

    Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

    Nasional
    Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

    Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

    Nasional
    Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

    Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

    Nasional
    Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

    Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

    Nasional
    Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

    Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

    Nasional
    Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

    Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

    Nasional
    Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

    Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

    Nasional
    Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

    Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com