Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senkaku, antara Jepang dan China

Kompas.com - 24/09/2012, 05:34 WIB

Berdasarkan keputusan Kabinet 14 Januari 1895, kepulauan ini dimasukkan ke teritorial Jepang. Sejak itu, Senkaku menjadi bagian integral dari Kepulauan Nansei Shoto, di mana ini diyakini tidak menjadi bagian dari Taiwan ataupun lainnya, yang diserahkan ke China setelah PD II. Lagi pula, sebuah Map 1969 buatan Pemerintah the People’s Republic of China berlabel confidential memasukkan Kepulauan Senkaku ke wilayah Jepang. Berarti ada pengakuan resmi sejak itu bahwa Senkaku masuk dalam wilayah otoritas Jepang.

Ketiga, munculnya sengketa ini dipicu setelah kedua pihak menyadari adanya sumber cadangan minyak dan gas di sekitar Kepulauan Senkaku pada pertengahan 1990-an, yang berlanjut hingga kini. Ketika kepentingan nasional dipicu kepentingan bisnis prospektif berupa temuan cadangan minyak dan gas, segala daya penguat dan bukti pembenaran akan dihimpun demi basis legal untuk penguasaan sumber energi itu. Apalagi Jepang dan China adalah dua negara yang sangat bergantung pada suplai minyak dan gas dari luar. Dan, ketika keduanya menyadari adanya cadangan energi yang tidak jauh dari wilayah mereka, keduanya akan ”mati-matian” memperjuangkannya.

Dengan latar tiga faktor di atas, kemarahan rakyat China dengan membakar bendera Jepang, menyerang kantor perwakilan Jepang, dan yang menyebabkan banyak perusahaan besar Jepang di China ditutup, sesungguhnya hanya ”puncak es” saja. Jika faktor pertama terutama dan kedua tidak segera dicari jalan keluarnya, hubungan ekonomi keduanya menjadi terganggu. Apalagi bila ditambah dengan luapan kemarahan yang semakin kencang, bertepatan dengan peringatan hari ”Manchuria Incident” 18 September 1931 (invasi militer Jepang ke wilayah utara China, yaitu Manchuria) di China dipakai sebagai ”momen” yang mengantar emosional rakyat China semakin garang.

Di luar itu, menyimak peta konflik mulai dari Laut China Selatan, di mana China berurusan atas dua Kepulauan Spratly dan Paracel dengan lima negara (Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei, termasuk Taiwan) hingga Laut China Timur, masalah yang dihadapi China tidaklah tunggal. Mulai Laut China Selatan hingga Laut China Timur, eksistensi kepentingan ekonomi, politik, dan kedaulatan China sedang dipertaruhkan di hadapan banyak negara. Tak pelak, ketika kepentingannya ”terusik” oleh Jepang di Laut China Timur, luapan protes kemarahan berlipat ganda.

Pelajaran bagi Indonesia?

”Sengketa” dengan China ini membuat Jepang harus berhitung pula dengan negara tetangganya. Klaim kepemilikan Kepulauan Senkaku di satu sisi menjadi semacam ”uji kasus” bagi Jepang atas penyelesaian sengketa lainnya. Sebutlah seperti Pulau Dokdo/Takeshima dengan Korea Selatan dan Kepulauan Kurile dengan Rusia.

Guna memperjuangkan hak kedaulatan di wilayah teritorial pulau-pulau ini, Jepang tampak bersikap wait and see pada hasil akhir dari solusi Kepulauan Senkaku. Artinya, semaksimal mungkin Jepang tidak akan ’memancing’ munculnya perkara lain dengan Korea Selatan maupun Rusia.

Pola penyelesaian sengketa antara Jepang dengan China bisa menjadi pembanding bagi Indonesia, yang juga tidak menghadapi masalah tunggal perbatasan terkait kedaulatan dan kepentingan ekonomi. Sebaliknya, kedua pihak bersengketa bisa mengambil pelajaran dari pengalaman Indonesia dan Malaysia dalam menyelesaikan dua pulau, Sipadan dan Ligitan, yang diajukan ke International Court of Justice (ICJ).

Jalan akhir sengketa belum di tangan Jepang dan China. Karena itu, solusi terbaik ialah membangun joint development di wilayah yang disepakati bersama terlebih dulu. Sementara itu, duduk di meja perundingan harus segera diwujudkan. Sebab jika joint development dilakukan setelah menunggu sengketa berakhir, tak terbayang berapa keuntungan ekonomi yang ”menguap”, yang seharusnya bisa direngkuh oleh kedua negara.

Awani Irewati Peneliti Kajian Internasional di Pusat Penelitian Politik LIPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com