Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sarlito: Agresifitas Teroris Bukan karena Cuci Otak

Kompas.com - 18/09/2012, 09:55 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Pakar Psikolog terkemuka Indonesia, Prof Dr Sarlito W Sarwono menyebutkan benih-benih agresifitas seorang teroris cenderung sudah merasuk sejak usia dini dan bukan karena suatu proses pencucian otak (brain washing).

Hal itu terungkap dalam bukunya "Deradikalisasi Kepribadian Mantan Teroris dengan Menggunakan Tes Psikologi Davido-CHaD", yang juga terbit dalam versi bahasa Perancis "Déradicalisation de la personnalité d’ex-terroristes, à l’aide du Davido-CHaD: 10 cas d’ex-terroristes Indonésiens". Sarlito membahas kepribadian seorang teroris.

Buku ini pun dipasarkan di Perancis. Koordinator Fungsi Politik KBRI Paris, Patrick Hasjim, seperti dikutip Antara London, Selasa (18/9/2012), menyebutkan, Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono hadir di Perancis dalam rangka penandatanganan buku karyanya tersebut dalam edisi bahasa Perancis. Acara ini dihadiri Duta Besar  RI Paris Rezlan Ishar Jenie dan  Dr. Roseline Davido, pencipta test proyeksi CHaD atau Childhood Hand that Disturbs, serta kalangan psikolog Perancis.

Tes kepribadian mantan teroris

Dalam buku tersebut, tes kepribadian mantan teroris dilakukan dengan menggunakan tes psikologi Davido-CHaD dengan kasus 10 mantan teroris Indonesia. Sarlito mengungkap dinamika yang mendorong para pelaku terorisme untuk berbuat kekerasan melalui tes proyeksi CHaD (Childhood Hand that Disturbs) temuan psikolog Perancis Dr. Roseline Davido.

Tes ini beranjak dari pemikiran filosof Jerman Ernst Cassirer bahwa manusia adalah makhluk simbol (man is an animal symbolicum) dan dimaksudkan untuk menggali informasi melalui wawancara dan observasi atas tiga gambar, yaitu gambar masa kanak-kanak (childhood), gambar tangan (hand), dan gambar tangan yang mengganggu (disturbed hand).

Gambar-gambar itu diharapkan akan bercerita mengenai trauma di masa kanak-kanak. Proses menggambar diamati secara cermat. Mulai dari pensil warna yang digunakan atau yang akan digunakan tetapi tidak jadi dipakai, serta bagian gambar yang dihapus dan digambar ulang, tema, penempatan berbagai elemen, goresan garis, pilihan, dan komposisi warna.

Setelah selesai, pemberi tes akan melihat simbol-simbol dalam gambar dan menanyakan pola sikap gambar tersebut kepada subyek percobaan.

Analisa Prof. Sarlito atas tiga gambar yang dibuat oleh 10 mantan teroris adalah adanya benih-benih agresivitas seorang teroris cenderung sudah merasuk sejak usia dini. Hal itu tertanam bukan karena proses pencucian otak atau brain washing. 

Orang dengan kepribadian normal dan tidak agresif cenderung menggambar tangan biasa dan tangan disturbed berbeda. Sementara, orang yang agresif cenderung menggambar dua tangan tersebut dengan mirip.

"Hal ini menunjukkan bahwa dalam benak seorang teroris yang agresif, batas baik dan buruk sangat tipis," ujar Sarlito.

Untuk gambar di masa kecil, dianalisa juga dengan metode wawancara. Hasil gambar lazimnya adalah pemandangan gunung dan sawah. Namun, saat wawancara ditemukan penyebab trauma yang mendasari mengapa mereka terlibat dengan kelompok radikal, yaitu penemuan figur ayah atas diri pemimpin kelompok radikal, kebutuhan jiwa akan rasa bangga (self-esteem) dan karena keturunan keluarga agama radikal.

Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono adalah Dekan Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI dan penasihat ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com