Jakarta, Kompas -
Hal itu disampaikan Miranda dalam pembelaan atau pleidoi yang dibuat dan dibacakannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (17/9). Dengan diksi yang diatur pelan, dan beberapa kali terdengar isak, ia berusaha meyakinkan pembelaannya dengan menganalisis argumen-argumen jaksa yang digunakan untuk menjeratnya di pleidoi setebal 51 halaman.
Ruang sidang dipenuhi sanak keluarga dan kolega Miranda. Dengan mengenakan blus warna abu-abu, dalam pengantar pleidoinya, Miranda memperkenalkan diri sebagai profesor dan guru besar Universitas Indonesia yang masih aktif. Meski ditahan, lulusan doktor Ilmu Ekonomi dari Boston University, Amerika Serikat, ini memang masih membimbing mahasiswa S-2 dan S-3.
Ia menyoroti alur berpikir jaksa yang mengandalkan dua kesaksian dalam persidangan, yang menurut Miranda, tak bisa dibuktikan. Pertama, kesaksian Nunun Nurbaeti terkait pertemuan di rumah Nunun di Cipete Raya, yang dijadikan acuan sebagai ”
Miranda menganggap jaksa menggunakan segala upaya untuk membuktikan kesaksian Nunun, di antaranya menggunakan pernyataan Lini Suparni, pekerja rumah tangga di rumah Nunun, sebagai alat untuk mengesahkan kesaksian Nunun. Namun, ternyata, kata Miranda, Lini justru mengatakan tak pernah melihat Miranda dan Nunun bertemu dengan orang lain saat itu.
Kesaksian Agus Condro, mantan politisi PDI-P, yang mengatakan pernah mendengar dari Tjahjo tentang janji Miranda akan memberi uang jika terpilih, menurut Miranda, juga tidak sah. Kesaksian itu telah dibantah Tjahjo, anggota DPR periode 1999-2004. Kolega Tjahjo, Emir Moeis, juga menguatkan pernyataan Tjahjo.