Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Murdaya Poo: Uang Secuil Gitu Enggak Ada Artinya

Kompas.com - 13/09/2012, 16:23 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha Murdaya Poo menolak kalau istrinya, Hartati Murdaya Poo disebut menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu terkait kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol. Menurut Murdaya, tidak ada upaya Hartati untuk meminta kepada Amran HGU atas lahan seluas 52.309,24 hektar di Buol tersebut.

“Uang secuil gitu saja untuk perusahaan kita, enggak ada artinya. Orang sudah kerja setengah mati, bangun itu 18 tahun, daerah terpencil, enggak ada orang mau di sana,” kata Murdaya dengan nada suara meninggi saat akan menjenguk Hartati di Rumah Tahanan Jakarta Timur Cabang KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (13/9/2012).

Menurut Murdaya, pihaknya sudah bersusah payah sejak lama mengolah tanah di Buol yang sebenarnya tidak layak ditanami kelapa sawit itu.

“Kita enggak dapat keuntungan apa pun. Lahan 4.500 hektar kita tanam puluhan tahun yang lalu milik kita, kita dipersulit. Daerah itu betul-betul tidak layak untuk ditanami sawit. Kita mau tolong saja daerah itu beberapa belas tahun yang lalu, daerah terpencil yang tertinggal,” ujarnya.

Sebagai gambaran, Murdaya mencontohkan sulitnya akses menuju kebun kelapa sawit di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol tersebut.

“Bayangkan kalau mau ke Buol dari Palu, naik kapal 12 jam. (Dari) Toli-toli, berapa jam ke Buol? 18 tahun yang lalu apalagi, karena transmigran di situ oleh rakyat sehingga melarat. Jadi apa yang didapat perusahaan kita di sana? untuk nolong, saja. Terlalu kecil untuk kita,” katanya.

Pendiri PT Central Cakra Murdaya itu mengatakan bahwa istrinya diperas oleh Amran. Pabrik perusahaan kelapa sawit milik keluarga Murdaya yang berdiri di Buol, diganggu oleh preman-preman. Kegiatan operasional, lanjutnya, dikacaukan dengan aksi mogok kerja para karyawan.

“Mogok, segala-galanya dikacau. Kan kasihan 3.500 pegawai dan ribuan rakyat di sana kalau sampai pabrik itu mogok, tandan itu mogok,” ucap Murdaya.

Dia juga mengatakan bahwa bukti rekaman telepon Hartati dengan Amran yang dimiliki KPK hanyalah omong kosong. Rekaman tersebut, diduga memuat perintah Hartati kepada anak buahnya untuk memberi uang ke Amran.

“Jadi direktur saya itu yang melakukan hal itu. Memang seolah-olah (di)telepon disadap, itu cerita separuh. Kenyataannya, Bu Hartati tidak pernah mengizinkan, yang melakukan itu direktur-direktur saya tanpa sepengetahuan,” tambahnya.

Dalam kasus dugaan penyuapan ke Bupati Buol ini, Hartati dan dua anak buahnya, yakni Gondo Sudjono dan Yani Anshori diduga menyuap Amran dengan uang Rp 3 miliar.

Pemberian uang yang dilakukan secara bertahap itu diduga terkait kepengurusan HGU di Buol. Baik Amran, Yani, dan Gondo, juga ditetapkan KPK sebagai tersangka.

 

 

Menguasai tanah

Kasus yang menjerat Hartati ini bermula dari keinginan menguasai lebih banyak lagi lahan perkebunan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

Sejak 1994, melalui perusahaan perkebunan sawit miliknya, PT Hardaya Inti Plantations (HIP) punya izin lokasi seluas 75.090 hektar di Buol.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

    Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

    Nasional
    Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

    Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

    Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

    Nasional
    Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

    Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

    Nasional
    Nasib Pilkada

    Nasib Pilkada

    Nasional
    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Nasional
    Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

    Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

    Nasional
    Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

    Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

    Nasional
    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

    Nasional
    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

    Nasional
    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Nasional
    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Nasional
    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Nasional
    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com