Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miranda Berharap Bebas dari Tuntutan Pidana

Kompas.com - 12/09/2012, 13:59 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan, Miranda  S Goeltom berharap tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusun surat tuntutannya sesuai dengan fakta persidangan selama ini dan bukan sekadar asumsi. Menurut pengacara Miranda, Andi S Simangunsong, tidak ada fakta persidangan yang membuktikan kliennya bersalah menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004 terkait pemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004.

Menurut jadwal, Miranda diagendakan akan menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Rabu (12/9/2012) sore.

“Maka seharusnya KPK berbesar hati untuk mendrop dan membatalkan dakwaan serta tuntutannya,” kata Andi melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Rabu (12/9/2012).

Lebih jauh Andi menjelaskan, selama persidangan, tidak terlihat adanya hubungan Miranda dengan penyuapan anggota dewan yang dilakukan Nunun Nurbaeti seperti yang dituduhkan JPU KPK dalam surat dakwannya. Apalagi, lanjutnya, keterangan saksi ahli yang disampaikan dalam persidangan sebelumnya, meringankan Miranda.

Para saksi ahli menilai bahwa pertemuan yang dilakukan Miranda dengan sejumlah anggota Dewan 1999-2004 sebelum uji kelayakan dan kepatutan calon DGS BI 2004, tidak melanggar aturan asalkan diizinkan pimpinan DPR.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Juli lalu, tim JPU KPK menyebut Miranda  baik bertindak sendiri ataupun bersama-sama Nunun Nurbaeti  telah memberi cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp 20,8 miliar melalui Arie Malangjudo kepada anggota DPR 1999-2004, antara lain Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI-P), dan Endin Soefihara (Fraksi PPP). Pemberian cek perjalanan itu disebut terkait dengan pemenangan Miranda sebagai DGS BI 2004. Berdasarkan surat dakwan tersebut, Miranda terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Adapun Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara karena dianggap sebagai pemberi suap.

Dalam persidangan selama ini, terungkap kalau Miranda pernah mengadakan pertemuan dengan sejumlah anggota Komisi IX DPR asal fraksi PDI-Perjuang dan fraksi TNI/Polri belum uji kelayakan dan kepatutan calon DGS BI. Dalam pertemuan dengan anggota dewan tersebut, Miranda mengaku menyampaikan visi dan misinya. Pengajar di Universitas Indonesia itu juga mengatakan bahwa pertemuan dengan anggota DPR 1999-2004 itu dapat menjadi kesempatan baginya untuk mengklarifikasi sejumlah hal, termasuk soal masalah keluarganya.  Sore nanti, tim JPU dijadwalkan membacakan surat tuntutan atas perkara Miranda. Persidangan tersebut berlangsung sekitar pukul 17.00 WIB dan dipimpin majelis hakim Tipikor yang diketuai Hakim Gusrizal.

Berita terkait persidangan Miranda dapat diikuti dalam topik "Sidang Miranda Goeltom"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com