Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usman Hamid: Kapolri Lebih Baik Relokasi Pelaku Kekerasan

Kompas.com - 04/09/2012, 10:53 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pendiri Institut Kebajikan Publik dan aktivis change.org, Usman Hamid, mengungkapkan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal (Pol) Timur Pradopo lebih baik merelokasi pelaku kekerasan di Sampang daripada merelokasi warga Syiah. Menurutnya, relokasi pelaku kekerasan tersebut sesuai dengan prinsip penegakan hukum yang diemban Polri dan tidak melanggar kaedah hukum hak asasi manusia.

"Yang harus direlokasi Kapolri justru para pelaku kejahatan persekusi yang membakar rumah dan membunuh warga sipil tak bersalah di Sampang. Pelaku kejahatan tersebut lebih baik direlokasi dari alam bebas ke sel tahanan kriminal," ujar Usman saat dihubungi, Jakarta, Selasa (4/9/2012).

Usman menjelaskan, pernyataan Kapolri yaitu merelokasi warga Syiah tidak menyelesaikan masalah Sampang, justru memperkeruh masalah tersebut. Penyelesaian masalah Sampang, lanjutnya, tidak dapat dengan merelokasi warga Syiah karena hal tersebut melanggar hukum internasional yang mengatur hak asasi manusia. Terlebih lagi, terangnya, warga Syiah di Sampang telah menegaskan untuk menolak wacana relokasi yang diutarakan pemerintah daerah maupun pusat.

"Jadi jelas pernyataan itu (Kapolri) memperburuk keadaan di Sampang. Pernyataan itu dapat berarti rendahnya pemahaman terhadap norma hak asasi manusia secara universal. Kapolri dalam memberikan pernyataan harus hati-hati agar tidak memicu masalah baru (di Sampang)," terangnya.

Usman menambahkan, selama ini Kapolri dari era Jenderal (Pol) Sutanto sampai Jenderal (Pol) Bambang Hendarso telah mengintegrasikan seperangkat norma HAM universal ke dalam peraturan dan tindakan Polri. Seharusnya, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dapat melindungi dan mengayomi warga Syiah yang kini berada di GOR Sampang dengan mengintegrasikan norma HAM tersebut.

Ditegaskan Usman, pernyataan Kapolri tersebut dapat menjadi bumerang bagi kewajiban Kapolri yang seharusnya melindungi minoritas. "Pernyataan itu bisa juga dinilai sebagai sikap enggan mengemban tugas dan tanggung jawab melayani dan melindungi warga Syiah. Sebab itu, daripada mengeluarkan pernyataan relokasi untuk warga Syiah yang justru bisa mempertegang keadaan di sana (Sampang), Kapolri seharusnya mengamankan warga Syiah untuk kembali ke desanya. Tentu itu setelah pemerintah bangun kembali rumah dan fasilitas lainnya untuk warga Sampang," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo menilai, mudah untuk menyelesaikan konflik di Sampang, Madura, Jawa Timur. Menurut Timur, solusi agar kejadian serupa tidak kembali terulang yakni merelokasi kelompok Syiah dari Desa Karang Gayam.

"Kalau semua masyarakat yang sudah tidak ada komunikasi dengan sekitarnya dan itu akan menimbulkan masalah-masalah seterusnya seperti itu, yang paling gampang pindah," kata Kapolri saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/9/2012).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Nasional
    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Nasional
    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Nasional
    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com