Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usman: Keliru, Niat Pemerintah Merelokasi Warga Syiah

Kompas.com - 31/08/2012, 16:36 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Niat pemerintah untuk merelokasi warga Syiah ditentang oleh pendiri Institut Kebajikan Publik dan aktivis change.org Usman Hamid. Relokasi warga Syiah dari Sampang adalah perbuatan tidak patut dan keliru. "Relokasi (warga Syiah) itu tidak patut dan keliru. Jika itu dilakukan, maka pemerintah bisa dinilai melanggar hukum internasional hak asasi manusia," ujar Usman saat dihubungi di Jakarta, Jumat (31/8/2012).

Usman menjelaskan jika pemerintah menganggap warga Syiah itu warga minoritas, negara tetap diwajibkan untuk melindungi eksistensi atau keberadaan komunitas itu sebagai sebuah keseluruhan. Hal itu berarti pemerintah dilarang untuk melakukan hal-hal seperti memindahkan populasi. Selain itu, proses asimilasi minoritas seperti yang pernah dilakukan oleh Orde Baru dengan mengasimilasi warga keturunan turut pula dilarang karena termasuk dalam genosida.

"Tiga hal ini yang disebutkan di awal itu adalah satu cabang dari pilar perlindungan hak komunitas warga Syiah. Hak lain adalah negara wajib melindungi mereka dari diskriminasi berbasis agama atau identitas sosial lainnya seperti bahasa dan etnisitas," terangnya.

Usman menjelaskan, perlindungan identitas warga Syiah dalam mempraktikkan keyakinan mereka di ruang privat dan ruang publik harus diperhatikan pemerintah dalam mencari jalan keluar penyelesaian masalah Sampang.

Pemerintah, lanjutnya, harus memastikan warga Syiah dapat berpartisipasi dalam urusan publik. "Misalnya, pembuatan keputusan relokasi harus melibatkan mereka, baik di tingkat lokal maupun nasional, khususnya mengenai bagaimana pemerintah mau mengatur komunitas mereka," katanya.

Sementara itu di tempat terpisah, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengungkapkan relokasi yang pernah diajukan pemerintah tidak disukai oleh warga Syiah. Dia menjelaskan, pengungsi bencana alam saja tidak menginginkan untuk direlokasi, apalagi warga Syiah dalam kasus Sampang ini.

Menko Kesra mengatakan, relokasi tidak perlu karena menjembatani iklim perdamaian masyarakat Syiah dan Sunni menjadi skala prioritas pemerintah untuk memperbaiki keadaan di Sampang. "Tinggal diperbaiki saja suasana di sana dari aspek sosial dan ekonominya. Butuh pemahaman dan tindak tanduk tentang toleransi dan perbedaan ini, apalagi akarnya bukan soal agama, tapi soal keluarga," tambah Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com