Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasyim: Jangan "Jual" Kasus Sampang ke Asing

Kompas.com - 30/08/2012, 21:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi mengingatkan berbagai pihak di dalam negeri agar tidak mengeksploitasi kasus kekerasan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura, untuk kepentingan politik.       

"Kasus Sampang janganlah 'diselancari' dengan eksploitasi politik, apalagi kalau eksploitasi tersebut untuk kepentingan global atau asing, terlebih menjadikannya sebagai 'barang jualan' ke luar negeri,"  kata Hasyim di Jakarta, Kamis (30/8/2012).
        
Dikatakannya, jika pihak asing senantiasa memanfaatkan setiap titik kesalahan dari bangsa Indonesia tentu bisa dimaklumi sebagai bagian dari pemahaman historis materialisme kapitalis yang memang sudah melekat.
         
"Namun kalau hal tersebut dilakukan oleh sebagian warga bangsa sendiri agar pihak luar negeri ’memukul’ negara Indonesia sungguh tidak bisa dimengerti," kata Sekretaris Jenderal International Conference for Islamic Scholars (ICIS) tersebut.
       
Dikatakannya, upaya perorangan, kelompok, maupun lembaga swadaya masyarakat yang mau melaporkan kasus Sampang ke Komisi HAM PBB bukanlah sikap yang terpuji, sekalipun atas nama kemanusiaan.
        
Menurut Presiden Presiden World Conference on Religions for Peace (WCRP) itu, laporan tersebut tidak akan menyelesaikan masalah Sampang, yang merupakan masalah internal Indonesia, bahkan hanya menambah masalah saja.  
         
"Meminta orang luar memukul bangsa sendiri sesungguhnya merupakan white collar crime," kejahatan kerah putih, yang dalam jangka panjang akan merusak Indonesia dalam skala multidimensi," katanya.  
        
Seharusnya, kata Hasyim, setiap masalah diselesaikan di kalangan bangsa sendiri dalam semangat ukhuwah islamiyah, nasionalisme, serta martabat bangsa.
        
"Kita tahu bahwa pemerintah tidak sempurna, tapi tetap tidak bisa dijadikan alasan merobek negara, karena pemerintah hanyalah penjaga negara, belum negara itu sendiri. Sampang bisa diselesaikan tanpa menambah bahaya baru dengan lapor ke luar negeri," tandas Hasyim.
        
Sebelumnya, kelompok kerja hak asasi manusia Human Rights Working Group (HRWG) menyatakan akan membawa kasus penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang ke sidang evaluasi periodik universal (UPR) Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 19 September mendatang.
       
Wakil HRWG, Chairul Anam mengatakan, pihaknya juga akan melaporkan masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Menurutnya, dunia internasional harus mengetahui pemerintah Indonesia telah melakukan pembiaran atas kekerasan terhadap kelompok minoritas.
        
Anam menjelaskan, dalam sidang UPR Dewan HAM PBB pada Mei lalu, Pemerintah Indonesia menolak disebut intoleran. Namun, kata Anam, kejadian penyerangan kelompok  Syiah di Sampang terakhir ini dengan jelas membuktikan intoleransi pemerintah terhadap kelompok minoritas.
        
"Di negara lain, tindakan intoleransi akan langsung mengarah pada penyidikan dan pelakunya langsung dihukum, tapi kalau di sini gagal. Presiden hanya pidato tapi tindakan konkretnya tidak ada. Itu yang kami sayangkan. Oleh karenanya kami membawa isu tersebut ke dunia internasional," kata Anam.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Nasional
    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com