Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembubaran Pengadilan Tipikor Tak Selesaikan Masalah

Kompas.com - 23/08/2012, 16:51 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tertangkapnya dua hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi dinilai harus dijadikan momentum untuk membenahi secara menyeluruh sistem perekrutan hakim ad hoc pengadilan tipikor serta sistem persidangan. Membubarkan pengadilan tipikor karena kualitas hakim yang buruk dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan melahirkan masalah baru.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang juga Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakim Saifuddin, di Jakarta, Kamis (23/8/2012), menyikapi keberadaan pengadilan tipikor pasca-tertangkapnya dua hakim.

Sebelumnya, KPK berkerja sama dengan Mahkamah Agung menangkap tangan dua hakim ad hoc ketika menerima suap. Keduanya adalah Kartini Juliana Magdalena Marpaung yang bertugas di Semarang dan hakim Heru Kisbandono yang bertugas di Pontianak.

Lukman mengatakan, idealnya pengadilan tipikor tidak di tiap provinsi atau hanya per wilayah saja. Namun, lantaran di dalam Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor sudah diatur harus ada di tiap ibu kota provinsi, maka fokus perbaikan sebaiknya dalam perekrutan.

"Mahkamah Agung dengan dukungan Komisi Yudisial harus memperketat seleksi dengan lebih menekankan aspek integritas dan kapabilitas hakim. Tunjangan kesejahteraan mereka juga harus jadi perhatian utama agar mereka mampu bekerja profesional," kata Lukman.

Lukman mengingatkan publik agar tidak hanya menyoroti majelis hakim terkait banyaknya putusan bebas di pengadilan tipikor. Perlu ada evaluasi proses penyelidikan dan penyidikan di institusi penegak hukum hingga penuntutan di pengadilan.

"Maka MA dengan dukungan Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK, kita harapkan segera berdiri paling depan dalam pembenahan sistem peradilan tipikor," pungkas Lukman.

Seperti diberitakan, berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang disampaikan ke MA awal Agustus lalu, pengadilan tipikor di daerah banyak membuat putusan bebas (71 terdakwa). Dari 33 pengadilan tipikor yang ada, Pengadilan Tipikor Surabaya tercatat paling banyak membebaskan terdakwa korupsi (26 terdakwa). Peringkat ini disusul Pengadilan Tipikor Samarinda (15 terdakwa) dan Pengadilan Tipikor Bandung (5 terdakwa).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com