Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden atau MK Harus Sudahi Sengketa KPK-Polri

Kompas.com - 05/08/2012, 12:09 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak segera turun tangan menyelesaikan polemik kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Polri mengenai penanganan perkara dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Jika presiden tidak bertindak, masyarakat diminta membawa polemik itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu ( 5/8/2012 ).

Sikap Fraksi PPP itu menyikapi sengketa kewenangan dalam penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan empat untuk ujian surat izin mengemudi.

"Pembiaran atas perseteruan Polri dengan KPK dalam penanganan kasus pengadaan simulator menyebabkan harapan masyarakat terhadap komitmen negara dalam pemberantasan korupsi berada di titik nadir. Negara harus segera bertindak menengahi dan menyudahi konflik tersebut," kata Lukman.

Lukman menambahkan, presiden tak perlu kuatir bakal dituduh intervensi jika bertindak. Presiden justru dituntut menggunakan otoritasnya dalam selesaikan sengketa. Jika presiden tak mau, masyarakat diharapkan mengajukan judicial review Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK agar ada kepastian hukum.

"Kita berharap MK bisa secepatnya keluarkan putusan sela agar Polri dan KPK cooling-down, menangguhkan sementara seluruh penanganan kasus sampai keluarnya putusan MK yang final dan mengikat," kata Lukman.

Dengan putusan final di MK, lanjut dia, konflik Polri-KPK dapat diselesaikan secara hukum. "Polri dan KPK adalah sama-sama lembaga penegak hukum. Konflik yang berlarut-larut antar keduanya sungguh mengancam sendi-sendi kehidupan kenegaraan kita," pungkas dia.

Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD mengatakan, kesimpulan dari semua pendapat hukum yang disampaikan mengenai rebutan kewenangan itu sudah jelas. "Sekarang tinggal niat baik saja. Apakah kita mau berantas korupsi atau tidak," kata Mahfud tanpa merinci lebih lanjut.

Mahfud mengatakan, karena masalah rebutan antara KPK dan Polri itu berpotensi diperkarakan di MK, ia dan para hakim tidak boleh banyak berkomentar.

Kalangan pengamat dan pakar hukum berpendapat, kewenangan penanganan kasus dugaan korupsi diatur dalam UU KPK. Namun, Polri berpendapat bahwa mereka bekerja berdasarkan nota kesepahaman antar lembaga penegak hukum. Karena itu, Polri bersikeras akan melanjutkan penyidikan kasus tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com