JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/7/2012), belum mengumumkan secara resmi status anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Emir Moeis, terkait pengusutan proyek pembangunan pembangit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan, Lampung. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, status hukum Emir akan diumumkan pimpinan KPK pada waktu yang tepat.
"Dalam beberapa hari ke depan," kata Johan di Jakarta, Rabu siang.
Seperti diberitakan, sejak Selasa (24/7/2012) malam sejumlah media ramai memberitakan Emir telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus PLTU Tarahan. Kepastian perihal status tersangka Emir ini setelah KPK meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencegah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu bepergian ke luar negeri.
Dalam surat yang dikirimkan KPK ke Dirjen Imigrasi Kemenkumham tanggal 23 Juli 2012 lalu itu disebutkan, rujukan permohonan larangan bepergian ke luar negeri atas nama Emir tersebut salah satunya adalah surat perintah penyidikan atas nama Emir sebagai tersangka. Rabu pagi tadi, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, juga membenarkan bahwa KPK telah menuliskan status Emir sebagai tersangka dalam surat permohonan cegah yang diterima pihak imigrasi.
"KPK menuliskan status yang bersangkutan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan PLTU Tarahan, Lampung. Berdasarkan surat tersebut, pihak imigrasi langsung melakukan pencegahan," kata Denny melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Rabu pagi tadi.
Terkait surat tersebut, Johan mengaku tidak mengetahui isinya menyebutkan Emir sebagai tersangka atau tidak. Ia menjelaskan, dirinya hanya menjalankan perintah pimpinan KPK untuk menyampaikan bahwa status Emir akan diumumkan pimpinan secara resmi pada saatnya nanti.
Dia juga meminta pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk berkoordinasi terlebih dahulu dengan KPK, khususnya terkait pengumuman status Emir tersebut. Jika tidak, kata Johan, dikhawatirkan dapat memengaruhi proses hukum yang berjalan di KPK.
"Oleh karena itu, kita mohon juga untuk pihak-pihak lain sebaiknya berkoordinasi lebih dulu dengan pimpinan KPK," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.