Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Dakwaan Keliru, Miranda akan Langsung Eksepsi

Kompas.com - 24/07/2012, 09:30 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom dijadwalkan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/7/2012) pagi ini. Miranda akan mendengarkan surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi atas perkaranya.

Salah satu pengacara Miranda, Andi S Simangungsong, mengatakan, kalau pihaknya akan langsung mengajukan eksepsi atau nota keberatan begitu surat dakwaan selesai dibacakan. Andi menilai, banyak kekeliruan baik secara substansi maupun secara formal dalam surat dakwaan tersebut.

"Kita akan langsung sampaikan ekspesi besok, karena ada banyak permasalahan dalam surat dakwaan, kekeliruan dalam dakwaan. Kekeliruan yang fatal," kata Andi di Jakarta, Senin (23/7/2012).

Pengacara lain Miranda, Dodi Abdul Kadir, menilai, surat dakwaan yang disusun tim jaksa KPK tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Tim pengacara Miranda, katanya, sudah membaca surat dakwaan jaksa KPK.

"Isinya tidak menguraikan perbuatan yang didakwakan," kata Dodi saat dihubungi wartawan, kemarin.

Menurutnya, secara garis besar surat dakwaan Miranda mengandung kekeliruan. Pertama, dalam dakwaan disebutkan Miranda mengetahui hal yang diketahui Nunun soal cek perjalanan namun jaksa tidak menguraikan bagaimana Miranda mengetahui hal tersebut.

"Bagaimana perbuatan itu dilakukan bersama-sama juga tidak dijelaskan," ujar Dodi.

Miranda disangka melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 dan Ayat 2 KUHP. Dia diduga ikut serta atau menganjurkan Nunun Nurbaeti menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 yang dimenangkan Miranda. Nunun divonis dua tahun enam bulan dalam kasus ini.

Dodi melanjutkan, kejanggalan yang kedua, surat dakwaan menyebut Miranda minta diperkenalkan ke anggota DPR 1999-2004. Hal ini menjadi janggal karena, katanya, jaksa tidak menguraikan mengapa berkenalan dengan anggota dewan bisa digolongkan sebagai tindak pidana. "Memangnya mengenalkan itu kejahatan?" ujar Dodi.

Ketiga, lanjutnya, surat dakwaan tidak menjelaskan bagaimana Miranda mengarahkan Nunun menyuap anggota dewan. "Soal pembagin itu prosesnya bagaimana, juga enggak ada. Pertemuan Cipete juga enggak ada. Tapi ya memang Bu Miranda enggak pernah ikut dalam pertemuan Cipete itu," tambah Dodi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Nasional
    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Nasional
    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Nasional
    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Nasional
    Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

    Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

    Nasional
    SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

    SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

    Nasional
    Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

    Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com