KOMPAS.com - Pemberian nota atau kuitansi sesuai dengan nilai transaksi asli. Mohon maklum, terima kasih.
Tulisan itu terpampang di ruang kasir Rumah Makan Bebek dan Ayam Goreng Pak Ndut di Ungaran, Jawa Tengah. Pemiliknya, Fachrudien Putra, tak memberi stempel pada nota kosong atau yang dimanipulasi. ”Kalau ada yang minta kuitansi kosong, saya pasti bertanya, untuk apa? Saya hanya takut nanti disalahgunakan,” katanya.
Ide memasang pernyataan itu ada sejak rumah makan dibuka. Namun, urung ditetapkan. Dalam perjalanan, banyak konsumen minta nota atau kuitansi kosong: diberi stempel dan tanda tangan, tetapi tanpa jumlah transaksi sesungguhnya.
”Suatu hari, pernah ada instansi yang menelepon untuk mengecek. Ternyata ketahuan kalau harga yang tertera di kuitansi berbeda dengan harga sebenarnya. Sejak itu, kami betul-betul tegas menolak. Sengaja saya tempel pengumuman itu agar karyawan saya juga dapat menyampaikan bahasa yang seragam,” tutur pensiunan pabrik gula di Lampung itu.
Fachrudien berpikir, pemberian nota kosong dapat merusak citra rumah makannya. Apalagi, rumah makan itu bisnis waralaba sehingga jika harga berbeda bisa muncul masalah.
Mereka yang minta nota kosong bisa dari berbagai kalangan. Ada pemerintah, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Ketika tulisan sudah ada di kasir, masih saja ada orang yang minta. Pihak rumah makan konsisten.
Soto Pak Man di Kota Semarang juga menerapkan kebijakan serupa sejak 2006. Sulaiman Solikhun, sang pemilik, mengatakan, kebijakan itu diambil mula-mula untuk kebaikan manajemen rumah makan. Karena belum terkomputerisasi, dia mengandalkan kejujuran karyawannya.
”Kalau saya memberi toleransi untuk memenuhi permintaan nota kosong, hal itu akan berpengaruh pada kasir saya. Jangan sampai kasir saya memberi laporan palsu juga kepada saya,” tuturnya.
Fachrudien dan Sulaiman menerapkan kejujuran dalam usahanya. Usaha yang dilakoni dengan jujur pasti membuahkan hasil baik. Meskipun menolak permintaan nota kosong, pengunjung tidak berkurang.
”Syukur kalau kebijakan ini bisa memberi dampak lebih luas, dan mengingatkan orang lain untuk jujur. Kalau jujur, semuanya enak kok, hidup juga lebih tenang,” ujar Fachrudien.
Kepala Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Kristen Satya Wacana Theofransus Litaay mengatakan, meminta nota kosong termasuk perilaku korup yang meluas, bahkan sampai dunia pendidikan. ”Sangat minim keteladanan di negeri ini. Makin banyak orang mengampanyekan kejujuran makin baik,”ujarnya.
Di tengah maraknya perilaku korup, tetap ada orang yang jujur. Jika kejujuran itu konsisten diterapkan dan diluaskan, mereka yang tidak jujur karena berperilaku korup akan tergusur. Malu tidak jujur! (UTI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.