Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Konflik, Percepat Bagi Hasil Migas di Aceh

Kompas.com - 19/07/2012, 02:42 WIB

Banda Aceh, Kompas - Berlarutnya pembahasan mengenai aturan bagi hasil minyak dan gas untuk Aceh dikhawatirkan akan menjadi bara konflik baru hubungan pemerintah pusat. Pemerintah pusat diharapkan segera menyelesaikan persoalan ini karena ketentuan bagi hasil 70-40 persen migas di Aceh agar konflik baru dapat dihindari.

Demikian dikatakan Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid saat kunjungan kerja di Aceh Besar, Rabu (18/7). Pernyataan itu menanggapi belum terealisasinya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Migas di Aceh, yang salah satunya mengatur proporsi penerimaan 70 persen untuk Aceh sebagai produsen, dan 30 persen pemerintah pusat.

Dari perjanjian damai Helsinki 2005, yang kemudian ditindaklanjuti dalam UU Nomor 11/ 2006 tentang Pemerintahan Aceh, ketentuan bagi hasil migas 70:30 persen pun diatur. Bagi masyarakat Aceh, persoalan bagi hasil migas menjadi isu politik yang krusial dan sensitif pada saat ini.

”Jadi, kalau ini tak segera diselesaikan akan menjadi bara baru untuk masa kini dan 10 tahun ke depan. Adalah tidak betul dan jangan sampai pemerintah pusat mengatakan akan memberikan apa saja pada saat konflik besar, dan melupakan pada saat damai. Itu tak boleh terjadi,” kata dia.

Dosen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam, mengatakan, isu-isu MOU Helsinki yang belum terakomodasi, seperti bagi hasil migas dapat menjadi masalah lanjutan bagi konflik Pemerintah Provinsi Aceh dan pemerintah pusat. Potensi konflik semakin besar apabila tak ada komunikasi yang baik antara kedua belah pihak terkait poin-poin yang belum terakomodasi tersebut. ”Perlu kehati-hatian dari kedua belah pihak. Jika tidak, akan mudah terjadi kesalahpahaman,” lanjut dia.

Selain bagi hasil migas, ada delapan poin aturan dalam UU Pemerintahan Aceh yang juga rawan menyimpan potensi konflik. Itu antara lain kewenangan Aceh di semua sektor publik, hak mendapatkan utang luar negeri, dan kewenangan Aceh memungut pajak sendiri.

Sementara itu, penggalian tambang batu mangan di lahan Perum Perhutani dan tanah warga di Desa Pace, Kecamatan Silo, Jember, Jawa Timur, masih marak dilakukan. Ada yang datang dengan dalih hendak melakukan survei, ada pula yang secara diam-diam melakukan penggalian, dan hasilnya dibawa ke luar daerah.

Selasa (17/7) sekitar pukul 21.00, warga dibantu polisi Perum Perhutani Jember berhasil menangkap tiga pelaku pencurian tambang mangan di kawasan hutan Petak 16 B Resort Pemangkuan Hutan Pace. Para pelaku itu datang dari luar daerah. Mereka adalah Suroso (45), Nursalim (42), dan Andik (24), warga Kecamatan Srono, Banyuwangi.

Informasi adanya penggalian tambang mangan di Petak 16 B RPH Pace dari warga setempat. ”Untuk itu, kami kirim polisi untuk melakukan penangkapan,” kata Hamzah Lukman, Humas Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Jember, Rabu.(HAN/SIR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com