JAKARTA, KOMPAS.com - Publik diminta tidak mengkaitkan pekerjaan yang dilakukan Hartati Murdaya Poo dengan Partai Demokrat. Usaha yang dilakukan Hartati disebut bukan kewenangan Partai Demokrat.
"Ibu Hartati sebelum masuk di Demokrat adalah seorang pengusaha. Kalau misalnya ada hal-hal yang berkaitan dengan usahanya, proses hukumnya kan berjalan. Tapi ini bukan masalah partai, tapi masalah usahanya. Saya kira ini bisa ditanggapi sangat bijaksana oleh masyarakat karena ini tidak ada kaitannya dengan Partai Demokrat," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/7/2012).
Nurhayati mengatakan, jika perkara itu dikaitkan dengan partai tentu akan kembali menurunkan citra partai. Meski demikian, Nurhayati mengakui bahwa sudah menjadi konsekuensi partai jika ada pihak yang mengkaitkan lantaran jabatan Hartarti selaku anggota Dewan Pembina Demokrat.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Melani Leimena Suharli meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mempercepat penyelidikan agar dapat diketahui terlibat atau tidaknya Hartati dalam perkara itu. Pasalnya, pencegahan Hartati keluar negeri dinilai telah menimbulkan citra negatif.
"Saya mengharapkan KPK untuk menyelesaikan kasusnya lebih cepat. Kalau tidak bersalah bisa dibuktikan tidak bersalah. Kalau bersalah, itu resiko," kata Melani.
Seperti diberitakan, KPK mencegah Hartati bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 28 Juni 2012 . Bersamaan dengan Hartati, KPK juga mencegah Bupati Buol Amran Batalipu serta tiga karyawan PT HIP, yakni Benhard, Seri Sirithorn, dan Arim.
KPK menetapkan status tersangka kepada dua petinggi perusahaan milik Hartati PT Hardaya Inti Plantation (HIP). Kedua tersangka berinisial YA dan GS. Keduanya diduga menyuap seorang pejabat di Buol terkait kepengurusan hak guna usaha perkebunan di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. Informasi dari KPK menyebutkan, pejabat yang diduga disuap kedua orang itu adalah Bupati Buol Amran Batalipu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.