Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksepsi Wa Ode Ditolak, Sidang Dilanjutkan

Kompas.com - 03/07/2012, 16:03 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan yang diajukan pihak terdakwa Wa Ode Nurhayati. Hal tersebut merupakan isi putusan sela hakim yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (3/5/2012).

Menurut majelis hakim, surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi sudah lengkap, jelas, dan rinci sehingga tidak ada alasan bagi hakim untuk membatalkan dakwaan tersebut. Atas putusan sela ini, majelis hakim memerintahkan jaksa KPK melanjutkan pemeriksaan perkara Wa Ode dalam persidangan dengan memeriksa para saksi.

"Menyatakan eksepsi terdakwa Wa Ode tidak dapat diterima, memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara ini atas nama Wa Ode Nurhayati, dan menanguhkan biaya perkara hingga putusan hakim," kata Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo.

Dalam persidangan pekan lalu, Wa Ode dan tim pengacaranya mengajukan eksepsi yang isinya memuat beberapa poin keberatan atas dakwaan jaksa KPK. Poin pertama, pihak Wa Ode menilai surat dakwaan jaksa tidak disusun secara cermat karena uraian faktanya tidak jelas, manipulatif, tidak benar, fitnah, dan kabur.

Keberatan Wa Ode ini ditolak majelis hakim. Dalam pertimbangannya hakim menilai kalau surat dakwaan jaksa KPK tersebut tidak menyalahi peraturan perundang-undangan, sudah cukup jelas, lengkap, dan kebenarannya akan dibuktikan kemudian dalam proses pemeriksaan di persidangan.

Poin kedua, terkait keberatan pihak Wa Ode yang menilai jaksa menyalahi prosedur hukum karena menetapkan Wa Ode sebagai tersangka tanpa memeriksa terlebih dahulu politikus Partai Amanat Nasional itu dalam proses penyelidikan. Atas keberatan ini, majelis hakim menilai tidak ada pelanggaran hukum dalam hal penetapan Wa Ode sebagai tersangka.

"Oleh karnea tidak adanya pelanggaran prosedural dalam pra penyidikan, maka eksepsi tdak dapat diterima," kata hakim Mien Trisnawati.

Majelis hakim juga menolak poin keberatan pihak Wa Ode yang mengatakan kalau jaksa penuntut umum KPK tidak menjelaskan peran terdakwa dalam pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Dalam eksepsinya, Wa Ode menilai bahwa jaksa KPK hanya menggunakan asumsi atas keterangan Haris Surahman dalam menyusun dakwaan.

"Menurut majelis hakim, hal tersebut sudah menjadi bagian esensial perkara yang harus dibuktikan di persidangan sehingga tidak dapat diterima," ujar Mien.

Tim jaksa penuntut umum KPK sebelumnya mendakwa Wa Ode menerima suap Rp 6,25 miliar dari empat pengusaha terkait pengalokasian DPID. Wa Ode juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com