TASIKMALAYA, KOMPAS.com -- Dugaan korupsi pengadaan Al Quran di Kementerian Agama menunjukkan, tidak ada institusi negara, pemerintah, atau organisasi masyarakat yang lepas dari kemungkinan tindak pidana korupsi. Karena itu, kampanye pencegahan dan penindakan hukum atas korupsi perlu terus digiatkan.
Hal itu disampaikan Dewan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua, di sela acara Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama (MUI) se-Indonesia, Sabtu (30/6/2012) di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat. "Tak ada lembaga negara, institusi pemerintah, atau organisasi masyarakat yang lepas dari kemungkinan korupsi," kata Hehamahua.
KPK, Jumat lalu, mengumumkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Al Quaran di Kementerian Agama, yaitu anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar, dan seorang keluarganya, yang juga seorang pengusaha. Zulkarnaen diduga korupsi di tiga proyek Kementerian Agama, yaitu pengadaan Al Quran pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tahun anggaran 2011 dan 2012, serta pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tahun anggaran 2011.
Menurut Hehamahua, para pelaku mungkin tidak sengaja melakukan korupsi, tapi sebagian tak tahu bahwa yang dilakukan itu termasuk tindak pidana korupsi. Hal itu bisa saja terjadi dalam proyek terkait keagamaan, yang ajarannya jelas-jelas mengharamkan korupsi.
"Mungkin saja ada orang-orang yang membaca atau menghapal Al Quran, tetapi belum tentu mengamalkan ajarannya. Padahal, jelas sekali ajaran Islam sangat melarang keras korupsi," katanya.
Pasal-pasal Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi itu sejalan dengan ayat-ayat Al Quran dan hadist. Bahkan KPK menerbitkan buku tentang korupsi dan Islam. "Persoalannya, sebagian di antara kita tidak mengamalkan ajaran agama itu," ujarnya.
Di berharap, KPK serius mengusut kasus ini. "Asal memenuhi unsur tindak pidana korupsi dengan alat bukti yang cukup, harus ditangkap siapa pun yang terlibat. Ini persoalan hukum. Tak ada cerita lain," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.