Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hary Tanoesoedibjo Penuhi Panggilan Pemeriksaan KPK

Kompas.com - 28/06/2012, 10:46 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Chief Executive Officer (CEO) PT Bhakti Investama Tbk Hary Tanoesoedibjo memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (27/6/2012). Hary akan diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan suap kepengurusan restitusi pajak PT Bhakti Investama.

Hary tiba di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, sekitar pukul 09.55 WIB dengan didampingi sejumlah staf dan pengacaranya, Andi Simangunsong. Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem itu enggan menjelaskan seputar pemeriksaannya hari ini. "Nanti saja, nanti akan ada jumpa pers," ucap Hary.

Menurut Andi Simangunsong, pihaknya tidak mengerti alasan KPK memeriksa Hary. "Justru kita mau tanya, KPK mau tanya apa (ke Hary) dalam rangka ini," ujar Andi singkat.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha secara terpisah mengatakan, Hary akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Tommy Hindratno, mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo, Jawa Timur. Pemeriksaan Hary kali ini merupakan penjadwalan ulang dari pemeriksaan Rabu (13/6/2012). Saat itu, Hary mengaku tidak mendapat surat panggilan KPK.

Sementara Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, KPK sudah mengirim surat panggilan untuk Hary. Surat panggilan itu diterima sekretaris Hary di Bhakti Investama. Pada Jumat (15/6/2012), Hary pun mendatangi gedung KPK untuk diperiksa. Namun, pada Jumat itu penyidik KPK belum siap melakukan pemeriksaan sehingga dijadwal ulang hari ini.

Terkait penjadwalan pemeriksaan Hary ini, Ketua KPK Abraham Samad sebelumnya mengatakan bahwa KPK tidak bisa diatur-atur oleh saksi.

Dalam kasus dugaan suap kepengurusan pajak BHIT, KPK menetapkan dua orang tersangka, yakni Tommy Hindratno dan pengusaha James Gunarjo. KPK sedang mendalami maksud pemberian uang yang diduga terkait pengurusan pajak tersebut. Dugaan sementara, uang yang diberikan James kepada Tommy untuk memuluskan pemeriksaan kelebihan pajak (restitusi) senilai Rp 3,4 miliar milik wajib pajak, PT Bhakti Investama. Diduga, James adalah orang suruhan PT Bhakti Investama.

Terkait penyidikan kasus ini, KPK menggeledah kantor BHIT yang terletak di lantai 5 gedung MNC Tower, Kebon Sirih, Jakarta, dan melakukan pemeriksaan di kantor PT Agis Tbk di lantai 6 gedung yang sama, Jumat (8/6/2012). Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita dokumen pajak BHIT yang banyaknya sekitar 20 gulung.

KPK juga meminta Imigrasi untuk mencegah komisaris BHIT, Antonius Z Tonbeng. Saat mendatangi gedung KPK, Jumat (15/6/2012), Hary kembali menegaskan bahwa perusahaannya tidak terlibat. Menurutnya, tersangka James dan Tommy tidak berkaitan dengan PT Bhakti Investama. Apalagi, lanjut Hary, terkait dengan dirinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com