JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan M Romahurmuziy menilai rendahnya elektabilitas partai politik berideologi Islam bukan karena ideologi yang dianut. Menurut dia, banyak faktor selain ideologi yang menyebabkan rendahnya elektabilitas.
"Rendahnya elektabilitas Partai Islam adalah pernyataan yang missleading. Sebenarnya bukan masalah Islam atau tidak Islam. Itu masalah partai menengah," kata Romahurmuziy atau akrab disapa Romy di Jakarta, Rabu ( 26/6/2012 ).
Hal itu dikatakan Romy menanggapi riset Lembaga Survei Nasional (LSN) yang memperlihatkan parpol Islam atau parpol berbasis massa Islam sudah tidak eksis dalam dunia percaturan politik Indonesia. Parpol tersebut antara lain Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Dari hasil survei, jika pemilihan umum dilaksanakan hari ini, jawabannya untuk partai Islam, elektabilitasnya rata-rata di bawah 5 persen," kata Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry .
Romy menjelaskan, faktor pertama penyebab elektabilitas rendah yakni lemahnya kemampuan parpol dalam memunculkan pemimpin nasional yang berkarakter kuat. Parpol menengah, termasuk PPP, kata dia, belum memiliki figur yang memiliki jam terbang politik memadai dibanding parpol papan atas.
"Parpol papan atas dipimpin oleh politisi berjam terbang lebih dari tiga pemilu. Sementara 59 persen masyarakat berpendidikan rendah umumnya menilai parpol dari karakter figur pemimpinnya. Sehingga parpol papan atas diuntungkan oleh kuatnya karakter dan tingginya jam terbang pemimpinnya," kata Romy.
Faktor kedua, lanjut dia, parpol menengah tak bersatu untuk tampil dalam perpolitikan nasional. "Ketiga, karena demokrasi subtansial dibajak oleh demokrasi prosedural yang didominasi kosmetika pencitraan yang berbiaya tinggi. Akibatnya, parpol menengah relatif terbatas aksesnya kepada sumber keuangan," katanya.
Faktor keempat, tambah Romy, diberinya ruang yang lebih dominan kepada pengamat, akademisi, dan pemikir yang berorientasi politik sekuler di media massa. Sedikit banyak, kata dia, pernyataan mereka membentuk opini publik, khususnya di kalangan menengah atas.
"Namun demikian, terlepas dari motif dan momentumnya, masukan dari berbagai lembaga survei tetap kita jadikan masukan untuk perbaikan kinerja kedepan," pungkas Romy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.