Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendanai Caleg

Kompas.com - 25/06/2012, 02:20 WIB

Dengan kata lain, upaya ini dalam rangka membajak kader partai lain, terutama Partai Golkar, yang diyakini sebagai ”rumah lama” para kader Nasdem. Pun kader dari partai-partai menengah ke bawah yang tak yakin terhadap performa partainya untuk lolos ambang batas parlemen.

Ketiga, partai sebagai penentu penggantian antarwaktu. Sumbangan dana Nasdem tentu tidak gratis. Pasti ada konsesi dan komitmen yang harus dijalankan caleg ketika sudah jadi anggota legislatif. Konsesi ini dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, yakni Pasal 214 UU No 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan DPD. Perlindungan itu dalam bentuk partai—selain Badan Kehormatan DPR—sebagai institusi yang berhak mengusulkan penggantian antarwaktu anggota DPR dari partainya.

Dengan perlindungan ini, Nasdem leluasa membuat komitmen dengan para caleg terkait penggelontoran dana ini. Jika para caleg nantinya melanggar komitmen, Nasdem dengan mudah melakukan penggantian antarwaktu. Dengan situasi ini, para caleg tersebut sejatinya tersandera dengan beragam komitmen itu. Tentu ini sangat menyiksa bagi para caleg idealis, tetapi tidak bagi caleg yang pragmatis.

Membangun sistem

Membaca strategi Nasdem ini, kita mendapat gambaran bahwa masih banyak celah yang harus diperbaiki dalam membangun sistem kepartaian dan pemilu di Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang harus dibenahi. Pertama, mekanisme pendanaan partai dan sumbangan dana kampanye. Sudah saatnya sumbangan atas nama anggota partai dibatasi.

Pembatasan sumbangan ini perlu supaya partai tidak hanya dimiliki perseorangan dengan modal besar. Roh dari partai adalah visi, misi, dan gagasan.

Kedua, syarat menjadi caleg. Tiadanya batasan minimal berapa lama caleg menjadi anggota partai telah mengaburkan beberapa hal: mengorbankan sistem kaderisasi, potensi memunculkan kader kutu loncat, dan munculnya kader karbitan yang tidak paham partai. Sudah saatnya kita harus memberikan batasan minimal sebagai anggota partai untuk menjadi caleg. Dengan begitu, partai dipaksa untuk memunculkan caleg dari proses kaderisasinya sendiri. Artinya, partai juga harus membenahi sistem kaderisasinya untuk menghasilkan caleg-caleg berkualitas.

Ketiga, penggantian antarwaktu oleh konstituen. Kita telah dua kali bereksperimentasi terkait penggantian antarwaktu. Eksperimentasi pertama, dihilangkannya kewenangan partai melakukan penggantian antarwaktu anggota legislatif. Imbasnya, partai tak bisa mengendalikan kadernya di parlemen. Eksperimentasi kedua, dengan kembali memberikan kewenangan kepada partai melakukan penggantian antarwaktu. Eksperimentasi ini ternyata berdampak buruk berupa terkooptasinya anggota legislatif oleh partai.

Setelah dua eksperimentasi itu, tidak ada salahnya jika kita bereksperimentasi yang ketiga, berupa penggantian antarwaktu oleh konstituen. Gagasan ini patut dipertimbangkan mengingat pemilihan anggota legislatif saat ini berbasis pada perolehan suara terbanyak. Dengan ketentuan ini, konsesi dan komitmen yang dibangun Nasdem menjadi kurang bermakna. Dan pasti jika ada ketentuan ini, Nasdem pun sepertinya akan berpikir ulang untuk menggelontorkan dananya. Wallahualam

Muhammad Aziz Hakim Pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com