Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wa Ode: Dakwaan Jaksa KPK Manipulatif

Kompas.com - 19/06/2012, 18:49 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim pengacara tersangka Wa Ode Nurhayati menilai surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi manipulatif.

Surat dakwaan tersebut, menurut pihak Wa Ode, disusun tanpa dasar fakta hukum. Hal tersebut merupakan salah satu poin dalam eksepsi (nota keberatan) pengacara Wa Ode terhadap surat dakwaan jaksa KPK yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (19/6/2012).

Salah seorang pengacara Wa Ode, Wa Ode Nurzainab, mengungkapkan contoh uraian jaksa yang dianggapnya manipulatif. Misalnya, dakwaan yang menyebutkan Haris Suharman bersama Syarif Achmad melakukan pertemuan dengan terdakwa (Wa Ode) di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Haris meminta kepada Wa Ode mengusahakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah sebagai daerah penerima Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) 2011.

Atas permintaan tersebut, menurut dakwaan jaksa, Wa Ode menyanggupinya dengan mengatakan agar setiap daerah mengajukan proposal. Nur Zainab menilai uraian jaksa tersebut manipulatif dan tidak benar. Dalam pertemuan di Restoran Pulau Dua itu, menurut dia, Haris tidak meminta Wa Ode mengusahakan tiga kabupaten di Aceh itu mendapatkan DPID.

Ia mengatakan, pertemuan di Restoran Pulau Dua tersebut untuk kepentingan politik Haris yang ingin mencalonkan diri sebagai Wali Kota Kendari.

"Dan minta dukungan (suara pemilih) dari WON (Wa Ode Nurhayati) Center," kata Nur Zainab.

Pertemuan tersebut, lanjutnya, tidak terkait dengan pembahasan alokasi DPID sama sekali. Menurut Nur Zainab, ketika pertemuan tersebut dilakukan, belum ada pembahasan DPID 2011 di Badan Anggaran DPR.

"Sehingga secara logika hukum manalah mungkin ada pernyataan kesanggupan terdakwa untuk mengusahakan alokasi DPID sebagaimana uraian dalam surat dakwaan," ujarnya.

Tim jaksa penuntut umum KPK sebelumnya mendakwa Wa Ode menerima suap Rp 6,25 miliar dari empat pengusaha terkait dengan pengalokasian DPID. Wa Ode juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang terkait dengan kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.

Pengacara Wa Ode yang lain, Husnan Abdulloh, dalam eksepsinya menilai Wa Ode sedianya tidak dapat didakwa secara hukum karena anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional itu telah mengembalikan uang dari Haris jauh sebelum penyelidikan KPK dimulai.

"Dalam BAP terdakwa, Haris tidak pernah berikan uang kepada terdakwa, tapi menitipkan uang kepada staf pribadi, yang tidak diketahui uang tersebut atas motif apa. Terdakwa memerintahkan untuk mengembalikan uang kepada Haris karena tidak mengetahui pasti atas kepentingan apa Haris memberikan uang," paparnya.

Atas eksepsi tersebut, tim jaksa KPK akan mengajukan tanggapannya dalam persidangan Selasa pekan depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com