Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sita 20 Gulung Dokumen di Bhakti Investama

Kompas.com - 10/06/2012, 12:57 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen dalam penggeledahan kantor PT Bhakti Investama di gedung MNC Tower, Jakarta, dan di rumah tersangka James Gunarjo, di Jalan Tekukur, Tebet, Jakarta Selatan. Penggeledahan itu dilakukan pada Jumat (8/6/2012) malam hingga Sabtu (9/6/2012) dini hari.

"Dari dua tempat penggeledahan, baik di rumah James maupun kantor Bhakti Investama, dilakukan penyitaan sejumlah dokumen," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Minggu (10/6/2012).

Kuasa hukum PT Bhakti Investama, Andi F Simangungsong, mengatakan, dokumen yang disita KPK dari kantor Bhakti Investama berupa surat-surat administrasi perusahaan. Menurut Andi, jumlahnya sekitar 20 gulung.

"Kalau dibilang berkoper-koper, itu salah. Tidak banyak yang disita," kata Andi saat dihubungi secara terpisah.

Penggeledahan kantor Bhakti, kata Andi, berlangsung selama lebih kurang tujuh jam.

"Itu tergolong cepat karena KPK kalau geledah itu biasanya dari siang hari sampai siang lagi," kata Andi.

Ia juga mempertanyakan tujuan KPK menggeledah kantor Bhakti terkait kasus dugaan suap ke pegawai pajak, Tommy Hindarto. Menurut dia, PT Bhakti Investama sebagai perusahaan terbuka telah transparan menyampaikan laporan keuangan mereka terkait pajak. Andi juga mengatakan bahwa tersangka James, yang diduga menyuap Tommy, tidak memiliki kaitan dengan PT Bhakti Investama.

"Dia bukan pegawai Bhakti, tidak ada kaitannya," kata Andi.

Dia menambahkan, PT Bhakti Investama tidak memiliki persoalan pajak.

"Kalau memang ada masalah pajak, yang ribut kan seharusnya Direktorat Jenderal Pajak. Buktinya, Dirjen Pajak enggak ribut, jadi tidak perlu maksain kalau emang tidak ada masalah," ujarnya.

Seperti diberitakan, penggeledahan KPK di kantor Bhakti dan rumah James terkait penyidikan kasus dugaan suap ke Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (Kepala Seksi Pengawasan KPP Pratama), Sidoarjo Selatan, Jawa Timur. Tommy diduga menerima suap dari James dengan alat bukti uang Rp 280 juta. KPK menduga James memiliki kaitan dengan PT Bhakti Investama.

Selain menggeledah kantor Bhakti, KPK sebelumnya menggeledah PT Agis, yang juga berkantor di MNC Tower, Jakarta. Penggeledahan tersebut, menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, dilakukan karena KPK menduga James merupakan bagian dari perusahaan tersebut.

"Meskipun dibantah, kami punya keyakinan sendiri. Nanti, hal itu akan dibuktikan," katanya di Kompas, Minggu (10/6/2012).

Busyro menyatakan, dugaan sementara KPK dalam penangkapan James dan Tommy memang mengarah pada adanya permainan dalam restitusi atau pengembalian pajak perusahaan. Namun, karena perusahaan yang terlibat bukan fiktif, lanjut Busyro, ada kemungkinan kecurangan pajak berupa ketidaksesuaian jumlah restitusi yang harus dibayarkan negara.

"Modus kecurangan restitusi pajaknya memang menggunakan cara-cara lama. Ada permainan di balik besaran pengembalian pajak pemerintah. Yang dibayar negara ke perusahaan tak sesuai dengan yang seharusnya, sementara petugas pajaknya mendapat imbalan," kata Busyro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Nasional
    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com