Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamen Tak Boleh Aktif sampai Diangkat Kembali

Kompas.com - 05/06/2012, 16:39 WIB
M Fajar Marta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi menimbulkan sejumlah konsekuensi bagi posisi wakil menteri saat ini. Salah satunya, secara materiil, keberadaan wakil menteri (wamen) kini sudah tidak ada lagi, atau bahwa mereka tidak boleh melakukan kegiatan dan tindakan apa pun atas nama jabatan tersebut.

Namun secara formal, wakil menteri tetap ada sampai Presiden secara resmi memberhentikan mereka. Keberadaan wakil menteri versi baru sebagai anggota kabinet akan muncul setelah Presiden memperbaiki  peraturan presiden yang mengatur wakil menteri, yang isinya harus disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).  

Seperti diketahui, MK hari ini memutuskan bahwa penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara—yang menyatakan bahwa wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan anggota kabinet—bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, penjelasan itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Sementara itu, norma Pasal 10 UU tersebut yang menyatakan bahwa "Dalam hal terdapat beban kerja  yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada Kementerian tertentu" tetap dinyatakan konstitusional dan tetap berlaku. Ini berarti keberadaan wakil menteri adalah sah dan konstitusional, sejalan dengan Pasal 17 UUD 1945.

Menurut Yusril, keberadaan wakil menteri yang ada sekarang ini dengan sendirinya menjadi problematik terhadap putusan MK tersebut. Pasalnya, kedudukan wakil menteri sekarang ini justru didasarkan atas penjelasan itu, dan juga beberapa peraturan presiden yang berlaku, yang menyatakan bahwa para wakil menteri adalah pejabat karier, dan bukan anggota kabinet. Oleh sebab itu, dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa, "Keppres pengangkatan masing-masing wakil menteri perlu diperbaharui agar menjadi produk yang sesuai dengan kewenangan eksklusif presiden, dan agar tidak lagi mengandung ketidakpastian hukum."

Dengan adanya putusan MK tersebut, keberadaan wakil menteri yang kini "adalah pejabat karier dan bukan anggota kabinet" dengan sendirinya kehilangan pijakan hukum. Presiden harus segera memberhentikan para wakil menteri itu. "Terserah Presiden apakah akan mengangkat mereka kembali atau tidak. Kalau Presiden berkeinginan untuk mengangkat mereka kembali, maka harus dilakukan dengan keppres baru yang sesuai dengan isi putusan MK."

"Keppres itu harus menegaskan bahwa wakil menteri adalah anggota kabinet dan bukan pejabat karier. Pasalnya, MK telah menyatakan bahwa wakil menteri yang merupakan pejabat karier adalah bertentangan dengan susunan organisasi kementerian sebagaimana diatur Pasal 9 UU Kementerian Negara," kata Yusril.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

    Nasional
    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com