Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Tolak Intervensi DPR

Kompas.com - 04/06/2012, 02:36 WIB

Jakarta, Kompas - Pimpinan Mahkamah Agung mengaku diminta oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat untuk membatalkan surat keputusan pemindahan sidang Wali Kota Semarang nonaktif, Soemarmo HS. Namun, Ketua MA Hatta Ali bersikukuh menolak merevisi SK tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Muda Pidana Khusus MA yang juga Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, Minggu (3/6). ”Ini bentuk intervensi, bahkan (mereka) dapat dituntut karena telah menghalangi proses hukum perkara tipikor yang diancam pidana menurut UU Tipikor,” ungkap Djoko melalui pesan singkatnya.

Djoko menengarai ada intrik-intrik politik untuk mengadu domba penegak hukum. Djoko menengarai, anggota Komisi III kecewa dengan sikap MA yang tidak mau mengubah keputusan. ”Nanti kita lihat ke depan apa tujuannya. Yang jelas kalau mau diintervensi, MA akan menolak. Itu wewenang MA,” ujar Djoko.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mengatakan, langkah sejumlah anggota Komisi III tersebut bisa dipandang sebagai upaya menghalang-halangi proses hukum perkara korupsi. Keputusan pemindahan sidang adalah ranah yudikatif yang tidak bisa diintervensi oleh legislatif meskipun beralasan bagian dari fungsi pengawasan DPR.

Rekan Donal yang juga Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Emerson Yunto menilai, tindakan Komisi III adalah intervensi. Ia mencurigai ada udang di balik batu dengan mempersoalkan pemindahan sidang Soemarmo.

Komisi III mempertanyakan alasan KPK yang meminta pemindahan sidang Soemarmo ke Pengadilan Tipikor Jakarta. KPK dinilai telah mendiskreditkan Pengadilan Tipikor Semarang dengan menyatakan pengadilan itu sudah tidak obyektif dan dapat dikendalikan oleh terdakwa.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengakui telah pergi ke Semarang dan bertemu Wakil Ketua PN Semarang dan Kepala Kejaksaan Negeri Semarang. Selain Ahmad Yani, anggota yang pergi ke Semarang antara lain Azis Syamsuddin (Partai Golkar), Nasir Djamil (PKS), dan perwakilan fraksi lainnya. Hanya dua fraksi yang tidak turut serta, yaitu Fraksi Gerindra dan PKB.

Ahmad Yani mengungkapkan, pihaknya menemukan surat KPK yang meminta pemindahan sidang ke Jakarta telah membuat pihak PN Semarang tersinggung karena dituduh telah dikuasai terdakwa korupsi. ”Boleh saja KPK mencari alasan, tetapi jangan mendiskreditkan lembaga,” kata Ahmad Yani, Sabtu (2/6).

Terkait pemindahan sidang, MA telah mengeluarkan keputusan pada 16 Mei lalu. Ketua MA melalui surat bernomor 064/KMA/SK/V/2012 memberikan alasan, pemindahan sidang guna menjamin proses peradilan yang obyektif, transparan, dan independen, serta menghindari tekanan baik langsung maupun tidak langsung terhadap aparat penegak hukum, khususnya hakim dan jaksa penuntut umum.

”Kami dibuat terkejut. Kami diberi dokumen-dokumennya. Ketua PN Semarang merasa tersinggung betul dengan surat yang dikeluarkan KPK. Isi suratnya mendiskreditkan pengadilan. Hakim juga belum ditunjuk, bagaimana sudah dituduh dan dihujat telah dikendalikan terdakwa,” kata Ahmad Yani.

Ahmad Yani menolak jika dituding mengintervensi. Ia justru balik menilai KPK yang mengintervensi kewibawaan lembaga pengadilan. Sebelumnya, Komisi III mendapatkan laporan dari kuasa hukum Soemarmo, Hotma Sitompoel. Hotma meminta keadilan dan perlindungan kepada Komisi III.

Dalam suratnya ke Kompas, pekan lalu, Hotma menyatakan, penunjukan PN Jakarta Pusat untuk menyidangkan terdakwa Soemarmo tidak sesuai fakta dan bertentangan dengan hukum/KUHAP. Keputusan Ketua MA tersebut terkesan MA mengakui gagal membina hakim-hakim di Pengadilan Tipikor di PN Semarang. Dikatakan Hotma, alasan kekhawatiran pengerahan massa yang mengancam keselamatan majelis hakim dan jaksa ternyata hanya didasarkan asumsi-asumsi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. (ANA/faj)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com