Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulit Dipercaya Miranda Tak Tahu Siapa "Sponsor"-nya

Kompas.com - 02/06/2012, 12:38 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sulit dipercaya, Miranda Goeltom, tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) 2004 yang dimenangi dirinya, tidak mengetahui penyandang dana suap kepada sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bekerja keras untuk mengungkap siapa "sponsor" di balik Miranda.

"Enggak masuk akal, dia maju ke DPR tanpa tahu siapa sponsornya," ujar anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, saat dihubungi, Sabtu (2/6/2012).

Ia menduga, pihak yang paling berkepentingan terhadap kemenangan Miranda sehingga rela menggelontorkan dana Rp 24 miliar untuk menyuap anggota DPR adalah mereka yang mendapatkan keuntungan setelah Miranda terpilih. Untuk itu, dia meminta KPK mengecek bank mana yang paling diuntungkan dari terpilihnya Miranda sebagai DGS BI 2004.

"Itu akan kelihatan dari kebijakan-kebijakan Miranda. KPK harus nge-cek mana bank yang paling diuntungkan dari terpilihnya Miranda," kata Emerson.

Di samping itu, ia berharap Miranda mau bekerja sama dengan KPK. "Miranda bisa saja jadi justice collaborator. Kita berharap Miranda kerja sama dengan KPK sehingga akan dikurangi hukumannya. Kalau enggak, dihukum maksimal saja," ucapnya.

Miranda menjabat DGS BI sejak 2004 hingga 2008. Selaku DGS BI saat itu, dia berwenang menentukan kebijakan umum bidang moneter maupun kebijakan yang prinsipil dan strategis melalui rapat Dewan Gubernur.

Terpilihnya Miranda Goeltom sebagai DGS BI 2004 diwarnai kasus korupsi. Januari lalu, KPK menetapkan Miranda sebagai tersangka atas dugaan ikut serta atau menganjurkan Nunun Nurbaeti memberi suap dalam bentuk cek perjalanan ke anggota DPR 1999-2004 yang ikut pemilihan. Nunun divonis dua tahun enam bulan karena dianggap terbukti sebagai pemberi suap.

Dihubungi secara terpisah, salah satu pengacara Miranda, Andi Simangunsong, mengatakan, kliennya tidak tahu soal pihak yang disebut sebagai "sponsor" dalam kasusnya. Selama ini, katanya, Miranda sudah kooperatif dengan mengungkapkan ke penyidik KPK segala hal yang diketahuinya.

Jumat (1/6/2012) kemarin, KPK menahan Miranda. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengakui, pihaknya kesulitan mengungkap "sponsor" dalam kasus yang bergulir sejak 2008 itu. Sejauh ini, KPK belum menemukan alat bukti yang mengarah pada pihak lain setelah Miranda.

Asal-usul cek perjalanan

Untuk diketahui, dalam persidangan Nunun terungkap, cek perjalanan yang menjadi alat suap diterbitkan oleh Bank Internasional Indonesia (BII) atas permintaan Bank Artha Graha. Cek tersebut dipesan oleh nasabah Bank Artha Graha, PT First Mujur Plantation and Industry (FMPI).

Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki revolving loan di Bank Artha Graha. Mantan Direktur Keuangan PT FMPI Budi Santoso di persidangan Nunun mengungkapkan, cek perjalanan tersebut semula digunakan sebagai uang muka untuk pembayaran lahan kelapa sawit kepada Ferry Yen sebesar Rp 24 miliar. Ferry merupakan sosok yang disebut-sebut bekerja sama dengan Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban dalam pengembangan lahan kelapa sawit. Pada 2008, Ferry diketahui meninggal dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com