JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam kurun waktu April-Mei 2012 tercatat delapan kasus penyimpangan oleh anggota TNI. Dikhawatirkan penanganan kasus itu berujung pada hukuman ringan.
"Untuk itu, mendesak diberlakukan peradilan umum untuk anggota TNI yang terlibat tindak kejahatan secara umum," kata Direktur Operasional Imparsial Bhatara Ibnu Reza, Kamis (31/5/2012), di Jakarta.
Imparsial menyoroti kasus keterlibatan anggota TNI Angkatan Udara, Sersan Mayor S pada Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, dalam kasus penyelundupan 1,5 juta pil ekstasi asal China.
Kasus lain yang masih segar dalam ingatan ialah keterlibatan anggota TNI dalam kekerasan geng motor, 7-13 April 2012. Akibat kekerasan gerombolan yang diperkirakan berjumlah 200 orang itu, 16 warga sipil terluka. Sejauh ini, baru empat anggota TNI yang dinyatakan terlibat dan ditahan. "Tapi, bagaimana keberlanjutan penanganan kasus ini? Masih suram karena mereka diproses dengan cara militer," kata Bhatara.
Selain itu, masih segar juga dalam ingatan pemukulan dan pengancaman dengan pistol oleh Kapten Infanteri A di Palmerah, Jakarta, 30 April 2012. Kapten itu memukul dan mengancam seorang warga. Perwira itu kemudian ditangkap, tetapi tindak lanjut penanganan kasusnya, menurut Bhatara, kurang terpantau dan tidak terbuka.
Menurut Koordinator Riset Imparsial Ghufron Mabruri, anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum jangan diproses secara militer. "Ada kecenderungan nanti hukumnya ringan dan tidak menimbulkan efek jera," ujarnya.
Peradilan militer, dalam penilaian Imparsial, seharusnya mengadili tindak pidana khas militer, antara lain anggota TNI yang desersi atau menolak perintah tugas negara.
Bhatara memaparkan, penyimpangan oleh anggota TNI, antara lain, disebabkan lemahnya kontrol dan pengawasan, lemahnya disiplin dan penegakan hukum, kegagalan peradilan militer memberi efek jera karena hukuman kurang tegas. Adapun pertimbangan anggota TNI yang terlibat tindak pidana umum perlu diproses secara hukum acara pidana adalah setiap warga negara harus mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Imparsial mengusulkan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. "Aturan itu yang kami nilai belum tersentuh reformasi dalam tubuh TNI," kata Bhatara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.