JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah dituding berusaha memelintir persepsi masyarakat terkait kebijakan pemberian grasi untuk Schapelle Corby, warga negara Australia, terpidana 20 tahun penjara karena kasus narkotika.
Pelintiran persepsi ini dilakukan untuk menutupi inkonsistensi pemerintah dalam penegakan hukum, terutama pemberantasan narkotika.
Tudingan ini disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, Selasa (29/5/2012) di Jakarta. "Setiap usaha memelintir persepsi masyarakat selalu bermuatan niat untuk membohongi dan membodohi rakyat," kata Bambang.
Upaya memelintir persepsi ini, lanjut Bambang, antara lain terlihat dari pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin bahwa grasi diberikan kepada Corby karena beberapa negara tidak lagi mengategorikan ganja sebagai narkotika.
"Masalahnya, apakah selama ini Indonesia juga tidak lagi mengategorikan ganja sebagai narkotika? Apakah semua terpidana terkait ganja di Indonesia juga akan diperlakukan seperti Corby? Jika memang ada pengecualian terhadap penyelundup atau pengedar ganja, mengapa Corby divonis dengan hukum Indonesia yang menyebutkan bahwa narkotika yang diselundupkan Corby tergolong kelas I yang berbahaya?" tutur Bambang.
Bambang menuding penjelasan Amir tentang alasan pemberian grasi untuk Corby adalah upaya memelintir persepsi publik yang berpendapat bahwa pemberian grasi itu bertentangan dengan komitmen negara memerangi narkotika.
"Inkonsistensi penegakan hukum akan semakin terlihat jika grasi untuk Corby dihadapkan dengan kebijakan Menteri Hukum dan HAM yang memperketat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi, terorisme, dan narkotika," papar Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.