Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baru 834 Hunian Tetap Terbangun

Kompas.com - 25/05/2012, 21:46 WIB
Aloysius Budi Kurniawan

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Satu setengah tahun pascaerupsi Gunung Merapi, sebagian besar korban erupsi dan lahar dingin Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah,  masih tinggal di hunian sementara dan sebagian lagi di kawasan rawan bencana. Dari total jumlah korban erupsi dan lahar dingin Merapi 3.943 keluarga, sampai saat ini baru terbangun hunian tetap sebanyak 834 unit.

Jumlah korban erupsi dan lahar dingin Merapi 3.943 keluarga terdiri dari 3.023 keluarga di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan 920 keluarga di kawasan Jawa Tengah. Dari antara mereka, masih ada kelu arga yang bersikeras tinggal di kawasan bencana dan enggan mengungsi yaitu sebanyak 629 keluarga di Daerah Istimewa Yogyakarta dan 156 keluarga di Jawa Tengah.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif mengatakan, tahun 2012 ini pembangunan seluruh hunian tetap baik di Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Jawa Tengah akan dituntaskan.  

Dulu pembangunan sempat terhambat karena kesulitan mencari tanah, namun sekarang sudah selesai semua sehingga pembangunan hunian ditargetkan selesai tahun 2012 ini, kata Syamsul, Jumat (25/5/2012) di Yogyakarta.

Tinggalkan daerah bencana

Menyikapi masih adanya ratusan warga yang masih tetap tinggal di kawasan rawan bencana, menurut Syamsul sesegera mungkin mereka diharapkan segara pindah dari lokasi tersebut. Kami tidak akan memaksa karena rakyat mempunyai cara pandang sendiri. Tapi, ada faktor waktu yang harus diperhatikan, apalagi kalau sudah berhadapan dengan undang-undang, kata dia.

Anggaran negara yang sudah turun ke BNPB untuk penanganan erupsi Merapi mencapai Rp 1,35 triliun . Karena dana sudah siap, BNPB berusaha mempercepat proses pembangunan hunian tetap serta relokasi warga yang berada di kawasan rawan bencana.

"Kami dibatasi waktu, jadi apa boleh dikata korban jiwa sebanyak 168 orang tidak boleh lagi terjadi di Merapi," tambah Syamsul.

Menyikapi hal ini, Sekretaris Desa Glagaharjo , Kecamatan Cangkringan, Sleman Agralno mengungkapkan, diberi ganti rugi berapapun warga Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen tetap menolak relokasi dan tinggal di rumah mereka.  

Seperti konsep yang disampaikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X tentang hidup harmoni di daerah bencana, kami akan tetap tinggal di sini sambil meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana, kata dia.

Menurut Agralno, warga tidak mau direlokasi karena kehidupan sudah pulih. Contohnya, produksi susu sapi yang sebelum erupsi 5.000 liter per hari sekarang sudah mulai pulih menjadi 4.000 liter per hari .

S elain itu, mata pencarian utama warga sebagai peternak, secara swadaya warga tiga dusun ini juga sudah memasang instalasi listrik dan air bersih. Aliran air berasal dari mata air Bebeng yang diperbaiki setelah sebelumnya rusak tersapu lahar Merapi.

Sebelumnya, Sultan mengatakan, sesuai Undang- Undang (UU) Rencana Tata Ruang Wilayah, pemerintah daerah tidak bisa memfasilitasi apa pun kepada warga tiga dusun di Glagaharjo. Alasannya, sesuai UU  baik warga yang tinggal di wilayah yang dikosongkan maupun pemda yang memfasilitasi kawasan yang dikosongkan akan terancam pidana.  

Pemerintah pusat masih menunda dan ingin mencari solusi dengan konsep hidup harmoni di daerah bencana. "Kalau warga Glagaharjo memiliki kesepakatan dan konsep hidup harmonis di daerah bencana, saya bisa meyaki nkan pemerintah pusat bahwa hidup harmonis di daerah bencana tidak melanggar UU," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com