Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Kepentingan Elite Terganggu Dulu

Kompas.com - 14/05/2012, 03:48 WIB

Seharusnya soal sumber mata air kesedihan itu yang dieksploitasi sambil menawarkan impian sederhana lain yang lebih baik di daerah.

Kita sudah tahu bahwa negara tidak memiliki kemampuan mengatasi ketimpangan pembangunan. Namun, apakah kita akan menyerah dan menyaksikan setiap hari korban berjatuhan di Jakarta?

Sutiyoso

Jakarta adalah kota yang dirancang sebagai kota dagang berskala kecil dengan pelabuhan utama Sunda Kelapa. Kondisi ini, ditambah dengan letak geografisnya di pinggir laut, menjadikan Jakarta sejak dulu tidak dipersiapkan menjadi kota multifungsi.

Namun, dalam perkembangannya, Jakarta menjadi kota multifungsi yang tidak terencana dengan baik. Sebagai kota multifungsi, Jakarta menjadi kota perdagangan, pariwisata dan rekreasi, industri, pendidikan, pertemuan, kota pantai, dan sebagainya.

Magnet inilah yang akhirnya menjadikan kota seluas 661,52 kilometer persegi ini menjadi kelebihan beban. Jakarta menjadi kota sesak dengan kepadatan penduduk 12.978 jiwa per kilometer persegi. Penduduk pada malam hari 9,6 juta jiwa, sedangkan siang hari 12 juta jiwa.

Jakarta menjadi kota dengan segudang permasalahan, mulai dari kemacetan, banjir, sampah, air bersih, kesejahteraan sosial, tingginya kriminalitas, banyaknya kawasan kumuh, dan sebagainya.

Dalam hal kemacetan, pertumbuhan jalan di Jakarta yang hanya 0,001 persen tak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang mencapai 11 persen setiap tahun. Kemacetan terus bertambah karena sejauh ini pemerintah belum menyediakan alternatif transportasi massal yang aman dan nyaman bagi warga. Akibatnya, warga Jakarta, pendatang, dan warga dari daerah penyangga yang masuk Jakarta tak mau meninggalkan kendaraan pribadi.

Ratusan ribu kendaraan dari Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi masuk Jakarta setiap hari. Sarana transportasi massal yang ada, yakni bus kota, bus transjakarta, dan kereta api, belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

Sarana transportasi massal monorel dan subway hingga kini tak jelas keberadaannya. Padahal, cetak biru transportasi yang tertuang dalam pola transportasi makro DKI Jakarta sudah lama dibuat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com