Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Birokrasi Terlampau Gemuk

Kompas.com - 03/05/2012, 10:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu masalah besar pembangunan negeri ini adalah birokrasi yang terlampau gemuk, lamban, belum profesional, dan bahkan menghabiskan anggaran besar. Jangankan melayani masyarakat, di birokrasi malah kerap terjadi penyalahgunaan anggaran negara.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Azwar Abubakar mengakui hal itu dalam diskusi kelompok terfokus mengenai upaya perubahan bersama menuju birokrasi yang lebih baik di Jakarta, Rabu (2/5/2012). Struktur organisasi yang terlalu besar itu mengakibatkan tugas dan fungsi antarkementerian dan lembaga tumpang tindih.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengeluhkan birokrasi menjadi penghambat pembangunan. Bahkan, di masa silam, Presiden Megawati Soekarnoputri juga mengeluhkan hal sama.

Menurut Wakil Menteri PAN dan RB Eko Prasojo, setelah era desentralisasi, semestinya struktur organisasi kementerian dan lembaga di tingkat pusat lebih ramping karena tugasnya lebih pada pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Kenyataannya, jumlah direktur jenderal dan direktur di kementerian malah bertambah.

Di daerah, organisasi perangkat daerah juga terus bertambah. Setiap ada bantuan dari pemerintah pusat, perlu ada organisasi penerimanya. Struktur birokrasi pun terus membesar.

Selain gemuk, jumlah pegawai negeri sipil (PNS) yang berkualitas pun sangat terbatas. Kendati belum ada uji kompetensi untuk mengetahui jumlah persis PNS berkompetensi baik, Eko mengatakan, perbandingan tenaga fungsional tertentu dan fungsional umum tidak pas.

PNS di Lembaga Administrasi Negara, misalnya, semestinya terdiri dari 80 persen peneliti dan pendidik serta 20 persen tenaga administrasi umum, tetapi yang terjadi sebaliknya. Demikian pula di Badan Kepegawaian Negara yang semestinya lebih banyak analis kepegawaian ketimbang tenaga administrasi umum, justru sebaliknya.

Birokrasi gemuk makin membebani ketika tidak menjalankan tugas melayani masyarakat dan malah korup. Azwar mencontohkan, sangat tidak wajar jika ada PNS golongan III punya rekening ratusan miliar rupiah.

Jumlah PNS yang besar juga membuat belanja pegawai mendominasi anggaran negara. Di pusat, tahun ini, belanja pegawai lebih dari Rp 212 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai lebih dari Rp 1.500 triliun. Belanja pegawai itu belum termasuk biaya perjalanan dinas yang berkisar Rp 18 triliun serta biaya fasilitas seperti rumah dinas dan mobil.

Di daerah, belanja pegawai lebih menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Yuswandi Temenggung, secara rata-rata, belanja pegawai sebesar 51 persen dari keseluruhan APBD kabupaten/kota di Indonesia. Sebanyak 293 (61 persen) dari 497 kabupaten/kota menghabiskan lebih dari 50 persen APBD untuk belanja pegawai. Bahkan, ada daerah yang menggunakan 77 persen APBD untuk gaji dan honor.

Besarnya porsi belanja pegawai, kata Yuswandi, menunjukkan...........(selengkapnya baca Harian Kompas, Kamis, 3 Mei 2012, halaman depan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com