Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambora, Pendakian Terakhir Widjajono

Kompas.com - 22/04/2012, 08:11 WIB

Oleh: Ahmad Arif

KOMPAS.com — Lubang kaldera berdiameter 6,2 kilometer itu dipagari tebing curam yang menghunjam hingga 1.200 meter ke perut Bumi. Doro Afi Toi di dasar kaldera selalu menguarkan asap tipis yang menandakan bahwa Gunung Tambora tak pernah tidur.

Di tepi kaldera raksasa, di ketinggian sekitar 2.700 mdpl, itulah pendakian Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo (61) berujung. Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang legendaris menjadi gunung terakhir yang didaki Guru Besar Institut Teknologi Bandung yang juga pendaki ini.

Sebelum April 1815, kaldera itu adalah bebatuan yang menjulang dengan ketinggian 4.200 mdpl. Letusan hebat melenyapkan nyaris separuh tubuh gunung, menyisakan ketinggian Tambora menjadi hanya 2.751 meter.

Letusan Tambora merupakan yang terkuat yang pernah tercatat dalam sejarah manusia modern. Magnitudo letusan Tambora, berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI), berada pada skala 7 dari 8, hanya kalah dari letusan Gunung Toba (Sumatera Utara), sekitar 74.000 tahun lalu, yang berada pada skala 8.

Dengan riwayat itu, Tambora menjadi gunung yang selalu menarik untuk didaki. Apalagi, pada  2004, ahli gunung api dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat, Haraldur Sigurdsson, menemukan jejak peradaban terkubur dari letusan Tambora. Sigurdsson menemukan kerangka manusia, balok rumah yang terarangkan, dan berbagai pernik yang disebutnya ”Pompeii dari Timur”.

Ada beberapa jalan menuju Kaldera Tambora. Pendaki bisa melalui Dusun Pancasila, lewat jalur Doro Peti, atau lewat Doro Ncanga. Jalur Pancasila lebih landai, tetapi butuh waktu dua hari perjalanan melalui hutan lebat untuk mencapai bibir kaldera, lalu ke puncak Embun. Jalur Doro Peti lebih terjal dan sulit air. Juga dibutuhkan paling kurang dua hari jalan kaki. Pada Juni 2011, Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas mendaki puncak Tambora melalui dua jalur ini.

Jalur Wamen ESDM

Pada hari Jumat (20/4/2012), Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo mendaki melalui Doro Ncanga dengan kendaraan gardan ganda. Kendaraan gardan ganda bisa menanjak hingga pos terakhir (Pos III), sebelum melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki sekitar 4-5 jam.

”Pak Widjajono melalui jalur Doro Ncanga,” kata Yuliana Jaya, petugas pemantauan Gunung Tambora di Doro Peti. Ia menambahkan, ”Beliau berangkat bersama rombongan dengan mobil, Jumat, langsung ke Pos I, sampai di sana pukul 15.30. Widjajono naik mobil hingga Pos I sebelum melanjutkan dengan berjalan kaki. Lalu tiba di Pos III pukul 19.00. Setelah beristirahat, sekitar pukul 03.30, rombongan mulai mendaki ke kaldera.”

Rombongan ini berjumlah 23 orang, terdiri dari Kepala Pos Pemantauan Gunung Tambora Abdul Haris dan pemantau Gunung Sangiang Api Hadi, tiga porter, dua wartawan televisi, dan beberapa pejabat daerah. Dua perempuan pendaki, Diah Bisono dan Veronica Moeliono, turut dalam rombongan.

Mereka menggunakan 2 jip hardtop, 1 mobil bak terbuka Ranger, dan 3 sepeda motor. ”Saat itu cuaca cerah,” kata Yuliana.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono mengatakan, Jumat pukul 09.40, ia diberi tahu Abdul Haris bahwa Widjajono dan rombongan akan mendaki Tambora. ”Saya segera kontak ke Pak Widjajono, beliau bilang sudah biasa ke Tambora. Lalu saya meminta agar Haris menemani karena bagaimanapun gunung api, ya, berbahaya,” katanya.

Surono tak mengira percakapan telepon dengan Widjajono itu merupakan yang terakhir kalinya. ”Saya mengenalnya sebagai pendaki, saya pikir akan baik-baik saja.”

Tiba-tiba, Sabtu sekitar pukul 09.30, Surono mendapat kabar dari petugas pemantauan di Doro Peti bahwa Widjajono tak sadarkan diri ketika berada di bibir kawah pada ketinggian sekitar 2.700 meter.

”Saya segera meminta petugas menyiapkan evakuasi. Menghubungi beberapa pihak untuk mengirim helikopter, tetapi ternyata tidak bisa mendarat karena kabut dan cuaca buruk. Akhirnya, ia dibawa turun lewat darat,” katanya.

Pada saat yang sama, Wendi Wiradinata, dokter di Puskesmas Calabai, yang mendapat panggilan darurat segera bergegas. ”Disepakati titik evakuasi di Pos I Doro Ncanga,” kata Wendi. Pukul 13.30, ia tiba di Pos I jalur Doro Ncanga. Rombongan yang membawa Widjajono tiba di pos itu 15 menit kemudian.

Wendi segera memeriksa Widjajono. ”Saya periksa denyut nadi, detak jantung, dan napas. Namun, sudah tidak ada tanda kehidupan lagi,” katanya. Ia menambahkan, ”Lalu saya lihat refleks kornea. Kalau masih positif masih bisa diusahakan secara medis, tetapi juga sudah tidak ada sehingga saya bisa nyatakan beliau sudah meninggal.”

Wendi belum bisa memastikan penyebab kematian Widjajono. ”Untuk mengetahuinya harus diotopsi,” katanya.

Pendakian terakhir

Ada banyak jalan di gunung yang bisa berujung maut. Mulai dari tersesat, jatuh ke jurang, terserang hipotermia, kelelahan, serangan jantung, hingga kekurangan oksigen. Bahkan, pendaki terhebat sekalipun yang didukung perhitungan matang bisa menemui ajal di gunung.

Bagi para pendaki, risiko itu dianggap sepadan. Bahkan, seperti dituturkan Ernest Hemingway, penulis Amerika peraih Nobel Sastra, yang disebut olahraga sejatinya hanya mendaki gunung, selain adu banteng. ”Yang lain hanya permainan,” katanya.

”Manusia membutuhkan sesuatu yang lain dalam hidup,” kata Dick Bass, pencapai tujuh puncak gunung tertinggi di dunia. Dick Bass adalah pengusaha AS kaya raya, pemilik tambang batubara dan juga resor ski mewah. Ia mendapat inspirasi untuk mendaki tujuh puncak tertinggi Bumi setelah mencapai puncak Denali tahun 1981.

Kesuksesannya dalam bisnis, menurut Bass, tidak berarti banyak dibandingkan dengan kenikmatan mencapai puncak-puncak tertinggi. Petualangan, menurut Bass, adalah panggilan dasar yang diwariskan dari manusia pertama yang merupakan pengelana di muka Bumi. Seperti juga disebutkan Paul Zweig dalam buku The Adventurer, ”Yang tertua, yang paling tersebar luas di dunia adalah cerita petualangan.”

Widjajono adalah juga petualang. Dia profesor perminyakan yang sukses dalam karier. Sebelum ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Wamen ESDM, lelaki kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 16 September 1951, itu adalah anggota Dewan Ekonomi Nasional. Namun, ia juga pendaki yang telah menaklukkan puluhan gunung, di dalam dan di luar negeri.

”Pak Widjajono selalu bersemangat mendaki. Untuk orang seusianya, ia kuat dan sehat,” kata Ami KMD Saragih, perempuan pendaki yang terakhir kali mendaki bersama dengan Widjajono di Gunung Klabat, Manado, 22-25 Maret 2012. ”Ia selalu tertawa sepanjang pendakian. Semangatnya muncul kalau di gunung.”

Menurut Ami, Widjajono saat ini menggalang dana untuk menyiapkan perjalanan ke Kutub Selatan, yang direncanakan pada Desember 2012. ”Rencananya kami 10 hari di Kutub Selatan,” katanya.

Namun, takdir Widjajono sudah digariskan berakhir di Tambora, gunung api yang letusannya pada tahun 1815 mengguncang dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

    Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

    Nasional
    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    Nasional
    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Nasional
    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Nasional
    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Nasional
    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Nasional
    Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

    Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

    Nasional
    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Nasional
    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

    Nasional
    Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

    Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

    Nasional
    Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

    Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

    Nasional
    Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Nasional
    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Nasional
    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com